Masalah Perberasan, Indef dan Bustanul Arifin Dinilai Keliru

Masalah Perberasan, Indef dan Bustanul Arifin Dinilai Keliru
Pengamat Suropati Syndicate, Alhe Laitte. Foto: Humas Kementan for JPNN.com

Alhe menilai Lagi lagi pengamat mesti cermat memahami data impor. Memang betul data impor pada BPS 2016 yang dikumpulkan dari data beras masuk ke pelabuhan (beacukai) itu 1,2 juta ton. Tapi mestinya dikonfirmasi dulu siapa importir dan sumber penerbit ijin impornya.

Untuk diketahui data impor beras medium 2016 itu beras luncuran impor BULOG tahun 2015 dan sejak Januari 2016 hingga Oktober 2017 ini Kemendag tidak pernah menerbitkan ijin impor beras medium.

“Tolong deh silahkan di cek dan dikonfirmasi data ke BULOG dank e Kemendag,” ucap Alhe.

Selanjutnya berdasarakan data BPS, impor beras Januari-Mei 2017 sebesar 94 ribu ton itu 98 persen beras pecah 100 persen alias menir untuk keperluan industri, bukan beras konsumsi.

Kini sedang dalam proses bahwa impor beras olahan dan produk olahan pangan lainnya sedang dievaluasi kembali dan mesti mempertimbangkan produksi dalam negeri.

Indonesia pun juga sudah ekspor beras premium dan beras khusus ke bebrapa negara. Pada 20 Oktober 2017 juga ekspor dari Entikong ke Malaysia.

“Jadi ya faktanya pada tahun 2016 dan 2017 Indonesia tidak impor beras medium. Sejak tahun 2016 Pemerintah tidak mengeluarkan ijin impor beras medium. Ini kan berkat kemampuan swasembada beras dan berhasil menata tataniaga pangan,” jelas Alhe.

Buktinya, lanjut Alhe, saat Ramadhan dan Lebaran pasokan pangan amand an harga stabil. Bahkan ada mafia beras yang diproses hukum pun mengakui salah dan meminta maaf tersebar pada media tu.

Anggaran 2016 Kementan Rp 27,6 triliun itu turun 16 persen dibandingkan 2015, dan 2017 sebesar Rp 24,1 triliun itu turun 13 persen dibandingkan 2016.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News