Masuk Tim Peneliti NASA, tak Pernah Terpikir Pindah Kewarganegaraan
Hanya, dia mengakui, mengajak ilmuwan Indonesia untuk total menjadi peneliti memang terbilang sulit. Sebagian besar, kata dia, telanjur enjoy di zona nyaman. Apalagi peneliti yang sudah berkeluarga dan memiliki penghasilan dari proyek yang dikembangkan.
’’Kultur di Indonesia, ilmuwan itu masih dianggap gelar. Profesionalismenya masih kurang,’’ tutur ilmuwan senior di Department of Atmospheric and Oceanic Science University of Maryland itu.
Padahal, lanjut dia, persaingan antarpeneliti di luar negeri sangat terbuka. Ilmuwan bisa mengikuti kompetisi yang diadakan lembaga penelitian internasional.
Namun, dia mesti memiliki kredibilitas dan penelitian yang berkualitas. ’’Memang sulit kalau kita sebagai peneliti sudah punya bisnis,’’ ujar alumnus ITB tersebut.
Untuk meyakinkan para peneliti Indonesia, Dwi tidak jarang berbagi pengalamannya menjadi peneliti di Negara Paman Sam.
Menurut dia, beasiswa untuk menempuh studi lanjutan di Amerika sangat banyak. Tawaran itu bertebaran di berbagai website lembaga penyedia.
Bagi peneliti yang berat meninggalkan profesinya sebagai dosen, Dwi menyarankan untuk mengajar dengan menggunakan aplikasi Skype.
Materi perkuliahan bisa diberikan melalui video call secara gratis di internet. Hal seperti itu dilakukan Dwi saat diminta mengajar mahasiswa Politeknik Sorong pada 2014.
’’LAUT bukan pemisah, tapi penghubung,’’ tegas Raden Dwi Susanto, diaspora yang kini tinggal di Amerika Serikat, saat tampil
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor