Melongok Gemerlap Kaum Lesbian di Kota Tua

Antara Butchy dan Femme, Mereka Cari Sandaran Hidup

Melongok Gemerlap Kaum Lesbian di Kota Tua
Melongok Gemerlap Kaum Lesbian di Kota Tua

”Mau Whisky atau Vodka pokoknya enggak. Sayang banget perut dancer gue yang oke diisi begituan, apalagi bir, mabok kagak... bikin gendut iye,” celotehnya. Malam itu CH tampak kalut, ia butuh uang Rp 300 ribu untuk sewa kontrakan baru. Karena besok sudah harus pergi dari kontrakan lamanya, lantaran belum bayar selama tiga bulan.
 
CP dan MC, sumber awal INDOPOS (Grup JPNN) mengakui, ada sandiwara lain dibalik kebelokan femme maupun butchy seperti CH ini. Dugaannya pun sama, ada diantara mereka penyuka sesama kaum hawa ini yang hanya sekedar modus. 'Belok' yang diperankannya, sebatas untuk mencari sandaran hidup atau numpang jajan.

”Ya bisa jadi ada, tapi jelas gak semua begitu. Jelas, yang bener-bener butchy sama femme itu ada,” ujar CP dan MC serempak. ”Gue udah bilangin sama yang lain, paling gak suka kalau anak-anak itu pada celamitan,” tambah CP yang dianggap paling dituakan di dalam kelompok lesbian mereka. Padahal, kata CP lagi, mereka juga bisa kok cari uang sendiri.

Meski harus mengamen. ”Ngamen juga paling sedikit itu dapet Rp 150 ribu minimal tiga jam muter di Kota Tua aja asal mau mah gak perlu kayak orang susah,” cetus CP juga. CH terkesan mencari lesbian lain hanya untuk senang-senang. Penyimpangan atau istilah 'belok' yang dialami CH pun dipertanyakan. Kendati CH mengaku, saat ML (make love) dirinyalah yang menjadi perempuan.

Ia juga lebih memilih melayani femme ketimbang butchy. Meski demikian, 'belok' yang dialami karena dorongan takut kehilangan kegadisannya. Selain itu, karena trauma disakiti cowok, meskipun terkadang masih tertarik. CH pun tak berpaling, jika ketertarikan terhadap sejenis hanya sekedar untuk menutupi kekurangan hidupnya. Terutama, para femme yang masih cabe-cabean. Ia ingin mandiri, katanya.
 
Di gedung kusam tak terurus itu kelompok lesbian Kota Tua seakan memanggil butchy dan femme dari berbagai sudut kota lainnya untuk saling menikmati kebebasan. Tak terkecuali para lesbian yang memilih hidup di jalan.

Mereka yang datang silih berganti, juga hadir dari kalangan pelajar dan mahasiswi. Tentunya, dengan tingkatan ekonomi dan kemampuan yang bervariasi. Mungkin ini, yang membuat geliat komunitas lesbi Kota Tua tak pernah mati. ***

 


KENIKMATAN hidup glamour dan memiliki banyak teman, memaksa paradigma berpikir lesbian belia untuk tampil beda. Ini yang mendorong para butchy dan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News