Membaca 72 Tahun Indonesia Merdeka

Membaca 72 Tahun Indonesia Merdeka
VELIX WANGGAI, Doktor hubungan internasional, Senior Researcher pada the Institute for Defense and Strategic Research (IDSR), Jakarta

Akibat perubahan UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) ditiadakan. Mensikapi situasi ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merumuskan haluan pembangunan yang dikemas dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 - 2025.

Sebagai penjabarannya, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo, menerapkan kerangka kebijakan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang diletakkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2005 - 2009, RPJM 2010 - 2014, dan RPJM 2015 - 2019, dimana salah satu agenda terpenting adalah visi Presiden Joko Widodo di dalam Membangun Indonesia dari Pinggiran.

Keempat, Indonesia mengalami transformasi menuju kehidupan politik yang demokratis. Demokrasi telah menjadi pilihan yang terbaik. Indonesia telah melewati pemerintahan demi pemerintahan dan telah mengalami kehidupan demokrasi yang beragam tergantung konteks internasional, setting nasional, dan kepemimpinan nasional sejak 1945 hingga 2017. Kita juga berhasil menghadapi ujian demokrasi.

Di awal transisi demokrasi di tahun 1998, berbagai skenario politik dilabelkan ke Indonesia. Secara ekstrem, Indonesia diproyeksikan mengalami "balkanisasi" dan disintegrasi. Namun, kita secara arif menghadapi transisi demokrasi dan berhasil melakukan konsolidasi demokrasi. Bahkan, di tahun 2004 Indonesia telah melakukan sebuah eksperimen politik terbesar melalui pemilihan Presiden - Wakil Presiden secara langsung.

Komunitas internasional melihat Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan India. Sejalan dengan perubahan politik ini, identitas internasional Indonesia semakin dikenal bahwa demokrasi, modernisasi, dan Islam berjalan seiiring dalam satu tarikan langkah.

Mengelola Pekerjaan Rumah

Dalam rentang panjang selama 7 dekade ini, konteks lingkungan internasional berkembang dan berubah dinamis. Kini dunia internasional lebih berwajah multipolar, tidak lagi unipolar. Menyimak peta seperti itu, Indonesia perlu memainkan peran penting sebagai bridge builder di panggung global dan regional ketika menghadapi isu-isu hubungan internasional yang krusial, seperti potensi konflik di Laut China Selatan, Agenda Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Agenda/SDGs), globalisasi, dan arsitektur keamanan yang berubah, serta isu-isu kekinian lainnya. Di level nasional, Indonesia mendapatkan bonus demografi yang dapat bermanfaat dalam pembangunan. Diproyeksikan pada periode 2020 - 2030, bonus demografi ditandai dengan jumlah usia angkatan kerja (15 - 64 tahun) mencapai sekitar 70 persen.

Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, kita masih dihadapkan dengan agenda kebangsaan yang penting, yakni mengelola identitas sosial, multikulturalisme, dan kerukunan sosial. Anggapan benturan peradaban (clash of civilizations) haruslah diubah menjadi kerukunan antar peradaban (harmony among civilizations). Ujian atas toleransi dan kerukunan masih terjadi di Indonesia.

Oleh: Velix Wanggai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News