Mempertahankan Tradisi Malam Selikuran di Tengah Pertikaian

Mempertahankan Tradisi Malam Selikuran di Tengah Pertikaian
Para abdi dalem Keraton Surakarta melaksanakan Malam Selikuran untuk menyambut 10 hari terakhir Ramadan 2022. Foto: Romensy Agustino/JPNN.com

Namun, ada yang berbeda pada kirab versi Gusti Moeng dibandingkan kubu Hangabehi. Sebab, kirab versi Gusti Moeng menggunakan iringan drum band.

Ada pula pawai obor serta lampion berbentuk bintang dan bulan. Kirab Selikuran versi Gusti Moeng juga mengarak simbol-simbol Keraton Surakarta.

Di belakang barisan itu ada atraksi peserta kirab membawa pecut yang panjangnya sekitar 20 meter.

"Seperti yang sudah-sudah, kami selenggarakan sesuai rencana," kata Ketua Eksekutif LDA Keraton Surakarta Kanjeng Pangeran Haryo (KGP) Eddy Wirabhumi.

Menurutnya, selikur atau 21 merupakan angka ganjil. "Banyak-banyaklah beribadah pada malam ganjil (pada 10 haru terakhir Ramadan, red) karena akan turun Lalilatulqadar," terang dia.

LDA sempat meniadakan prosesi Malam Selikuran pada Ramadan 2020 dan 2021 karena pandemi. Namun, pada Ramadan tahun ini, LDA kembali menyelenggarakan Selikuran karena angka penyebaran Covid-19 menurun.

Wirabhumi mengharapkan pada Ramadan yang akan datang sudah tidak ada lagi dua versi Malam Selikuran di Keraton Surakarta.

"Kami mohon doanya agar tahun depan bisa melakukan secara bersama-sama," harapnya. (mcr21/jpnn)



Video Terpopuler Hari ini:

Keraton Kasunanan Surakarta sebagai pecahan Kerajaan Mataram mulai menghidupkan kembali tradisi Malam Selikuran pada era Pakubuwana IX.


Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Romensy Augustino

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News