Mendagri Tegaskan Lockdown Otoritas Pemerintah Pusat

Mendagri Tegaskan Lockdown Otoritas Pemerintah Pusat
Mendagri Tito Karnavian. Foto: Humas Kemendagri

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah daerah tidak bisa sembarangan mengambil kebijakan lockdown, menyusul merebaknya virus Corona (COVID-19).

Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah pusat sebelum mengambil kebijakan tersebut.

Mendagri merujuk ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Disebut, ada empat jenis karantina yang diatur dalam undang-undang itu.

“Kita mengenal dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, ada beberapa jenis pembatasan yang disebut dengan karantina," ujar Tito usai menggelar pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, Selasa (17/3).

Mantan Kapolri itu kemudian memaparkan jenis karantina yang diatur dalam UU Kekarantinaan. Mulai dari pembatasan atau karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah dan pembatasan sosial yang bersifat massal atau massif di masyarakat. Untuk pembatasan wilayah, kadang disebut dengan istilah lockdown.

"Jadi dalam UU itu ada tujuh yang harus dipertimbangkan, mulai dari pertimbangan efektivitas, pertimbangan tingkat epidemi, sampai ke pertimbangan ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Kami sampaikan kepada Bapak Gubernur tentang pembatasan atau karantina kewilayahan ini,” ucapnya.

Tito lebih lanjut menyatakan karena sudah menyangkut aspek ekonomi maka pembatasan wilayah dalam jumlah besar menjadi kewenangan pusat. Sebab, terkait dengan dampak ekonomi yang berkaitan langsung dengan masalah moneter dan fiskal.

Tito juga menyatakan, dalam UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah diatur bahwa terkait masalah moneter dan fiskal menjadi urusan absolut atau kewenangan pemerintah pusat.

Pemerintah daerah tidak bisa sembarangan mengambil kebijakan lockdown, menyusul merebaknya virus Corona (COVID-19).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News