Mengenang Mbah Minto, Simbok yang Memikat dengan Kejenakaan & Kesederhanaan

Mengenang Mbah Minto, Simbok yang Memikat dengan Kejenakaan & Kesederhanaan
Kerabat saat menabur bunga di makam Mbah Minto di Sasonoloyo Wanasegaran, Bugel, Bayat, Klaten. Foto: Romensy Augustino/JPNN.com.

Ahli audio visual yang juga pengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Iwan Budi Santoso mengatakan penonton mudah memahami pesan yang disampaikan Mbah Minto.

Menurut Iwan, memang Mbah Minto tidak begitu fasih dalam menyampakkan pesan secara verbal. Namun, gestur natural ditambah rasa percaya diri yang tinggi membuat Mbah Minto mampu menutupi kekurangannya itu.

“Ketika diminta untuk berperan, Mbah Minto tidak pernah grogi,” kata Iwan kepada JPNN.com.

Iwan menyebut Mbah Minto yang tidak memiliki latar belakang pendidikan seni justru berhasil menjiwai setiap peran yang diminta sutradara. Sosok tua yang jenaka itu pun menjadi roh sekaligus figur sentral dalam serial Dagelan Jowo.

Peran sentral Mbah Minto menjadikan pemeran lain yang berada dalam satu frame seolah tersingkirkan dari perhatian penonton. Pemeran lainnya kalah dengan aura Mbah Minto.

“Pasti Mbah Minto-nya yang lebih dominan, padahal di situ ada empat tokoh dalam satu frame,” papar Iwan.

Pegiat Asosiasi Pendidikan Seni Indonesia (APSI) itu menilai gaya bicara patah-patah, mimik, dan gestur yang sederhana menjadi ciri khas sekaligus kekuatan Mbah Minto.

Walakin, Mbah Minto mampu menjadikan pesannya mudah dimengerti sekaligus mengundang tawa. Iwan menyebut kombinasi itu jarang dimiliki artis lain.

Mbah Minto (85), meninggal dunia pada Rabu (22/12) malam. Keceriaan dan kejenakaan membuat lansia yang semula bekerja serabutan itu menjadi sosok kondang dan memikat berbagai kalangan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News