Menjadi Orang Kuat dan Sanggup Memaafkan

Menjadi Orang Kuat dan Sanggup Memaafkan
AS.Laksana

’’Kau mencium harum bunga?’’ tanyanya kepada si gadis.

’’Ya,’’ kata si gadis. ’’Mereka jahat sekali telah menghancurkannya. Dan mereka tidak mendapatkan apa-apa selain kerusakan.’’

’’Maafkanlah mereka.’’

’’Aku marah pada mereka.”

Layang-layang yang diperebutkan itu koyak-moyak oleh jarahan semua tangan.

Itu cerita yang saya karang asal-asalan pada suatu malam ketika menemani anak saya tidur dan dia meminta saya mendongeng. Hanya cerita sekenanya. Dia sedang punya masalah dengan temannya dan seharian marah-marah menyalahkan teman yang membuatnya jengkel. Kepadanya saya katakan, ’’Maafkanlah temanmu.’’ Dan dia menjawab, ’’Tidak mau.’’

Saya mengatakan itu sebagai tindakan normatif orang tua terhadap anak. Sebab, tidak mungkin saya mengatakan, ’’Jangan pernah memaafkan dia.’’ Saya akan tampak seperti ayah yang gila jika menyampaikan hal itu meskipun Anda tahu bahwa memaafkan memang tak segampang anjuran normatif orang tua terhadap anak.

Mahatma Gandhi, lelaki kurus dari India yang menggentarkan kolonialisme Inggris, mengatakan, ’’Orang-orang lemah tak pernah bisa memaafkan. Tindakan itu hanya milik orang-orang yang kuat.’’

LEBARAN tiba lagi dan kita kembali saling menyampaikan kata maaf, sesuatu yang rutin setahun sekali. Sebagian orang bisa makan enak dan tersenyum

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News