Menjadi Pendaki Alpen dengan Kereta Bergerigi

Menjadi Pendaki Alpen dengan Kereta Bergerigi
Menjadi Pendaki Alpen dengan Kereta Bergerigi
Perbedaannya dari kereta Ambarawa, Jungfraubahnen beroperasi secara komersial setiap hari layaknya kereta biasa. Di Ambarawa, kereta dioperasikan atas "order" alias jika ada turis yang mau menyewa. Kalau kereta di Ambarawa memakai lokomotif tua berbahan bakar kayu (buatan Jerman 1902), Jungfraubahnen digerakkan dengan tenaga listrik.

 

Saat membayar tiket Jungfraubahnen di loket "harganya 180 Swiss frenc (sekitar Rp 1,6 juta)?, saya agak shocked. Saya merasa bersalah tidak pernah naik kereta bergerigi di Ambarawa (meski pernah ke sana). Sebab, hanya dengan dua tiket Jungfraubahnen, saya bisa mencarter kereta bergerigi satu-satunya di Indonesia yang digandrungi orang Jepang itu.

 

Siang sekitar pukul 13.00, kereta kami berangkat. Total empat gerbong dan hampir penuh. Kebanyakan di antara mereka adalah wisatawan berwajah Asia. Kereta makin mendaki setelah melewati Stasiun Lauterbrunnen (798 meter). Setelah itu menuju Stasiun Wengernalp (1.873 meter). Kereta kemudian berhenti di Stasiun Kleine-Scheidegg (2.061 meter). Di stasiun itu, rombongan harus turun untuk berganti kereta lain yang sanggup "mendaki" lebih baik.

 

Pemadangan yang tersaji sepanjang perjalanan sangat indah. Meski penduduknya hanya sekitar 7,7 juta, luas Swiss yang relatif kecil mengakibatkan tingkat densitas penduduk negeri itu sebagai salah satu yang tertinggi di Eropa.

 

SISTEM transportasi kereta dan bus di Swiss merupakan salah satu yang terbaik. Tidak hanya melayani jalur antarkota, tapi juga melayani jalur para

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News