Strategi Pengembangan Blue Carbon:

Menteri Siti Nurbaya - Menteri Sakti Wahyu Trenggono Berkolaborasi

Menteri Siti Nurbaya - Menteri Sakti Wahyu Trenggono Berkolaborasi
Menteri LHK Siti Nurbaya bersama dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, secara virtual, Rabu (5/5/2021), mendengarkan pendapat dan masukan dari para ahli terkait upaya memasukkan Blue Carbon menjadi salah satu strategi penurunan emisi untuk memenuhi target NDC di tahun 2030. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Sebagai upaya memasukkan Blue Carbon menjadi salah satu strategi penurunan emisi untuk memenuhi target NDC di tahun 2030, Menteri LHK Siti Nurbaya bersama dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, secara virtual, Rabu (5/5/2021), mendengarkan pendapat dan masukan dari para ahli.

Diskusi yang dibalut dengan tema “Executive Brief: State of The Art Blue Carbon di Indonesia” ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang sama antar Kementerian / Lembaga terutama KLHK dan KKP mengenai status terkini dari konsep dan strategi pengembangan Blue Carbon.

Para ahli yang diminta pendapatnya oleh kedua menteri tersebut adalah: (1) Prof. Daniel Murdiyarso dari CIFOR – IPB yang menjelaskan Blue Carbon dalam perspektif pengelolaan lahan basah nasional dan global.

(2) Dr. Anastasia Rita Tisiana Dwi Kuswardani dari Pusat Riset Kelautan KKP, yang memberikan masukan terkait Potensi carbon sink dan acid generation pada ekosistem laut;

(3) Prof. Rohani Ambo Rappe dari UNHAS yang memberikan keterangan terkait Potensi padang lamun (seagrass) dalam mitigasi perubahan iklim; dan (4) Prof. (Ris). Dr. Haruni Krisnawati dari Badan Litbang dan Inovasi KLHK yang memaparkan Potensi kontribusi mangrove terhadap target penurunan emisi GRK Indonesia.

Menteri Siti dalam sambutan pembukanya menerangkan bahwa masukan dari para ahli tersebut sangat dibutuhkan oleh para eksekutif, khususnya di KLHK dan KKP untuk dapat dijadikan sebagai sumber ilmiah terhadap suatu kebijakan.

Menurut Menteri Siti, Blue Carbon memiliki peran yang penting, dan proses inventarisasi GRK sudah harus membedakan antara ekosistem Blue Carbon dan ekosistem hutan daratan, agar Blue Carbon memilki tempat khusus dan perkiraan penyerapan emisi GRK dan pelaporan emisi GRK akan menjadi lebih akurat pada tingkat nasional.

“Pertemuan ini sangat penting, karena akan menjadi titik tolak langkah awal untuk meningkatkan langkah-langkah kita dalam pencapaian NDC maupun dalam mengatasi emisi karbon,” terang Menteri Siti.

Menurut Menteri Siti, Blue Carbon memiliki peran yang penting, dan proses inventarisasi GRK sudah harus membedakan antara ekosistem Blue Carbon dan ekosistem hutan daratan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News