Menyongsong Pemilu Serentak 2019

Menyongsong Pemilu Serentak 2019
Lukman Edy. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - Pemilu sebagai perwujudan dari sistem demokrasi merupakan sarana atau mekanisme ideal dalam rangka proses peralihan kekuasaan secara damai dan tertib. Dengan penyelenggaraan pemilu, maka diharapkan bahwa proses peralihan kekuasaan dalam suatu negara akan dapat berjalan dengan baik.

Dalam praktek sistem pemilu yang dijalankan di Indonesia belakangan ini, fakta telah mencatat bahwa model pemilu secara langsung telah membawa sejumlah dampak positif. Salah satunya adalah lahirnya pemimpin bangsa, baik presiden maupun sejumlah kepala daerah yang didasarkan atas pilihan mayoritas masyarakat Indonesia.

Menurut ketentuan UUD NRI Tahun 1945, yang termasuk dalam rezim pemilu adalah pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta pemilihan presiden dan wakil presiden.

Dalam praktiknya selama ini, pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD ditempatkan dalam satu rezim yang sering diistilahkan dengan pemilu legislatif. Demikian juga dengan pemilihan presiden dan wakil presiden juga ditempatkan serta diselenggarakan secara tersendiri dalam rezim pemilihan presiden dan wakil presiden.

Perkembangan pemilu di Indonesia dapat dikatakan sangatlah pesat. Penyelenggaraan pemilu awalnya hanya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan ke dalam rezim pemilihan umum.

Tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPRD, dan DPD dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu terakhir yang telah dilaksanakan dengan sistem tersebut adalah pemilu 2014 kemarin.

Pada periode selanjutnya nanti, Pemilihan Umum di Indonesia akan mengalami perubahan. Hal ini terkait dengan adanya permohonan yang diajukan oleh Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak pada 10 Januari 2013 ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam rangka uji materi (judicial review) Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden terhadap UUD NRI 1945. Pasal yang diajukan ialah Pasal (3) Ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112.

Pasal-pasal tersebut pada intinya mengatur waktu pemungutan suara presiden dan wakil presiden yang dilangsungkan setelah pemilihan legislatif, serta syarat memenuhi presidential threshold.

Pemilu sebagai perwujudan dari sistem demokrasi merupakan sarana atau mekanisme ideal dalam rangka proses peralihan kekuasaan secara damai dan tertib.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News