Undang-Undang Pemilu dan Konsolidasi Demokrasi

Undang-Undang Pemilu dan Konsolidasi Demokrasi
Lukman Edy. Foto: Riau Pos/dok.JPNN.com

jpnn.com - Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Pemilu di DPR dapat dikatakan kini telah berjalan mencapai pertengahan proses. Berbagai masukan dari stake holder kepemiluan telah diserap oleh Pansus RUU Pemilu ini melalui serangkaian RDPU. Pun juga pandangan dari masing-masing fraksi telah diserahkan secara resmi melalui Daftar Isian Masalah (DIM) kepada pemerintah.

Dari sini sebetulnya telah tergambar sebagian wajah Undang-undang Pemilu yang akan datang. Mengapa sebagian? Karena serangkaian pendapat fraksi-fraksi akan terus mewarnai selama pembahasan RUU Pemilu ini hingga diputuskan dalam paripurna DPR nantinya.

Ada mandat besar yang dipanggul oleh Pansus RUU Pemilu kali ini, yakni derasnya arus keinginan dari berbagai kalangan agar Undang-undang Pemilu yang dihasilkan nantinya berdimensi jangka panjang, bukan undang-undang yang akan selalu bongkar pasang menjelang perhelatan pemilu.

Tentu saja harapan ini tidaklah ringan, namun demikian menjadi wajib untuk dilakukan, bukan semata karena bongkar-pasang sistem pemilu menunjukkan iklim demokrasi yang labil, akan tetapi juga supaya upaya konsolidasi demokrasi segera menemukan bentuknya yang stabil bagi negeri ini, setelah reformasi hampir berjalan dua dekade.

Proses konsolidasi demokrasi oleh para ahli seringkali didefinisikan sebagai adanya situasi kondusif dan interaksi produktif antara aparatur negara (state apparatus), penegakan hukum (ruleoflaw), masyarakat politik (political society), masyarakat sipil (civil society), dan masyarakat ekonomi atau pasar (economic society/market).

Diamond (1999) menyebutkan konsolidasi demokrasi sebagai legitimasi demokrasi yang luas dan kuat sebagai suatu “rezim” yang benar dan tepat bagi masyarakat. Konsolidasi ditandai oleh pembiasaan prilaku dan norma serta kepercayaan, di mana elite politik percaya pada legitimasi demokrasi dan saling menghargai hak satu sama lain untuk mendapatkan kekuasaan berdasarkan rule of law dan konstitusi, serta organisasi masayrakat dan partai politik mendukung demokrasi, aturan dan lembaga konstitusional negara, serta lebih dari 70% public percaya bahwa demokrasi merupakan sistem yang paling tepat.

Konsolidasi demokrasi sebagai salah satu indikator menuju demokrasi yang sukses dalam konteks Indonesia dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamankan dan mempertahankan demokrasi, memperluas substansi dan napas demokrasi.

Di dalam pembahasan RUU Penyelenggaraan pemilu sekarang ini, setidaknya ada 5 (lima) indikasi kuat upaya untuk melakukan konsolidasi demokrasi.Pertama,memperkecil disproporsionalitas.Seperti lazim diketahui bahwa sistem pemilu Indonesia adalah proporsional, namun demikian dalam pelaksanaannya masih banyak hal yang masih belum mencerminkan proporsionalitas sistem pemilu itu sendiri.

Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Pemilu di DPR dapat dikatakan kini telah berjalan mencapai pertengahan proses. Berbagai masukan dari stake

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News