Pemilu Elektronik, Kenapa Tidak?

Pemilu Elektronik, Kenapa Tidak?
Wakil ketua Komisi II DPR Lukman Edy

jpnn.com - Salah satu persoalan pemilu yang hampir selalu muncul dari pemilu ke pemilu adalah persoalan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu yang kemudian berimplikasi pada perubahan hasil pemilu, dan memicu konflik terhadap penetapan hasil pemilu.

Prakteknya sangat beragam, dari hulu ke hilir; dari penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sampai dengan penetapan Hasil Rekapitulasi Suara di KPU. Dari sudut pandang masyarakat melek Teknologi Informasi, akar permasalahannya adalah penyusunan dan pengelolaan data secara manual membuka peluang manipulasi dan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu.

Berdasarkan hasil evaluasi pemilu 2014 oleh KPU ditemukan beberapa pelanggaran pemilu sebagai berikut: a. adanya data fiktif di beberapa daerah; b. tidak adanya kesesuaian antara NIK dan tanggal lahir; c. banyaknya data pemilih ganda sehingga tidak dapat masuk dalam Sidalih; d. kualitas DP4 bermasalah karena adanya pihak yang berkepentingan dan disinyalir sengaja dilakukan, antara lain manipulasi data untuk kepentingan politik anggaran, penambahan kursi, dan pemekaran wilayah [KPU RI 2014, Laporan Evaluasi Tajapan Pemilu, hal. 18].

Ini baru pada tahapan penetapan daftar pemilih. Pada tahapan pemberian suara, penghitungan suara dan rekapitulasi suara, kecurangan semakin banyak terjadi, dengan berbagai variannya.

Modus operandi pelanggarannya sangat beragam, dari pencetakan surat suara melebihi yang dibutuhkan, pengrusakan kertas suara (dengan dicoblos terlebih dahulu), penghilangan kotak suara yang telah berisi hasil pemilu, penukaran kotak suara, jual-beli suara antar partai maupun antar calon dalam satu partai, penghilangan-pengurangan- penambahan suara dalam rekapitulasi, berita acara rekapitulasi suara ganda, dan pelanggaran lain yang berkaitan dengan teknis pengelolaan pemilu yang dilaksanakan secara manual seperti selama ini.

Atas dasar keinginan untuk melakukan pembenahan terhadap berbagai kecurangan pemilu di atas, maka muncullah upaya pembenahan secara sistemis terhadap pengelolaan pemilu. Salah satu yang menjadi rekomendasi adalah pelaksanaan pemilu elektronik yang meliputi e-voting, e-counting, dan e-rekapitulasi.

E-voting dipahami sebagai proses memilih secara digital yang kemudian meninggalkan jejak audit secara elektronik; e-counting, menghitung suara melalui mesin scan kertas suara; sedangkan e-rekapitulasi adalah melakukan pengolahan data yang masuk ke dalam sistem untuk kemudian ditampilkan hasilnya dalam bentuk matrikulasi data yang sudah matang.


Di dunia, sebetulnya beberapa Negara telah melaksanakan pemilu berbasis elektronik, seperti Australia, Brazil, Perancis, bahkan India. Di Australia, voting elektronik digunakan untuk pertama kalinya dalam pemilihan parlemen pada Oktober 2004.

Salah satu persoalan pemilu yang hampir selalu muncul dari pemilu ke pemilu adalah persoalan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu yang kemudian berimplikasi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News