Pemilu Elektronik, Kenapa Tidak?

Pemilu Elektronik, Kenapa Tidak?
Wakil ketua Komisi II DPR Lukman Edy

Pemilu berbasis elektronik diharapkan akan bisa efisien, menekan biaya pelaksanaan pemilu manual yang mahal. Pada pemilu 2014 yang lalu, KPU membutuhkan dana sebesar 24,1 T untuk melaksanakan Pileg, dan 7,9 T untuk pelaksanaan Pilpres. Dengan demikian, keseluruhan rangkaian pemilu 2014 menghabiskan dana sebesar 32 Trilyun. Hal ini oleh Ketua KPU sendiri diakui sebagai pemilu berbiaya tinggi.

Tentu saja dibutuhkan kajian yang memadai untuk mengukur seberapa efektif dan efisien pelaksanaan pemilu elektronik ini. Dari sisi efektitas, sistem e-voting dan e-rekap ini telah diujicobakan di lebih dari 600 pilkades dan hasilnya terbukti efektif dan aman, serta efisien karena paperless, tidak memakan banyak ruang dan hemar tenaga. Dan, dari sudut pandang lingkungan, tentu saja lebih ramah lingkungan karena paperless.

Namun demikian, sebagai produk elektronik, tentu saja akan mahal di belanja awal, akan tetapi memiliki nilai lebih karena dapat digunakan berkali-kali. Dalam konteks nasional, dapat saja alat ini digunakan untuk mendukung pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak di tahun-tahun berikutnya.

Dengan demikian menjadi semakin relevan jika Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah memberikan amanah kepada KPU untuk melaksanakan pilkada; berbekal peralatan yang sudah disediakan oleh KPU pada perhelatan pileg sebelumnya.

Alhasil, dalam jangka panjang bagaimanapun pemilu elektronik akan lebih efisien karena dapat memangkas sekian varian pendanaan yang semestinya wajib dikeluarkan setiap pemilu dan pilkada –utamanya pada jenis logistic barang yang habis sekali pakai.

*) Ketua Pansus RUU Pemilu DPR RI


Salah satu persoalan pemilu yang hampir selalu muncul dari pemilu ke pemilu adalah persoalan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu yang kemudian berimplikasi


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News