Merdeka Huey

Oleh: Dahlan Iskan

Merdeka Huey
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Beberapa menit kemudian ada mobil datang. Pengemudinya turun. Ia menuju terminal. Membuka pintu. Rupanya dia yang membawa kunci. Lalu menuju belakang terminal. Tanpa menghiraukan kami. Beberapa penumpang lagi datang setelah kami.

Sang petugas meninggalkan kami. Dia pun menuju apron. Saat itu pesawat kecil mulai memperdengarkan suara mesin. Akan ada pesawat mendarat. Petugas tadi memandu di mana pesawat nanti harus berhenti.

Penumpangnya turun. Delapan orang. Sang petugas menurunkan bagasi. Mengangkutnya ke ruang kedatangan –yang juga ruang tunggu keberangkatan. Selesai.

Lalu petugas tadi melayani kami untuk check in. Menerima bagasi. Menimbangnya. Cepat sekali. Cekatan. Delapan penumpang selesai check in.

Kami diminta naik pesawat. Ketika pesawat itu mengudara si petugas pulang. Bandara dikunci lagi. Sampai pada jam kedatangan pesawat berikutnya.

Saya bayangkan bandara Logan lebih kecil dari itu. Namun, mungkin selalu ada orang. Ada perusahaan penerbangan yang berkantor di situ. Tentu itu perusahaan kecil yang tidak punya pesawat penumpang besar.

Yang jelas MARPAT memiliki Huey yang legendaris. Memeliharanya. Merawatnya agar tetap bisa terbang. Seadanya. Tidak ada peralatan recording di cockpit-nya.

Kelihatannya sengaja tidak ditambahi peralatan modern. Biar tetap antik seperti aslinya. Maka analisis penyebab kecelakaan menjadi lebih sulit. Tidak ada bantuan rekaman apa pun. Hanya mengandalkan kondisi fisiknya.

Tiga pilot dan tiga menumpang helikopter itu tewas. Peristiwanya terjadi dua hari lalu. Dalam sebuah acara perayaan menjelang hari kemerdekaan Amerika Serikat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News