Mereka Menyelam di Air Keruh, Penghasilan per Hari Segini

Mereka Menyelam di Air Keruh, Penghasilan per Hari Segini
ULET: Mujoko bersama rekan seprofesinya rela berpanas-panasan demi mengais pasir. Foto: Iwan Kawul/Radar Solo

Bukan saja dari lokasi yang sama, mereka juga membagi rata hasil mencari pasir itu.  “Saya ada enam orang yang cari pasir. Masih satu dusun, tapi hanya beda RT,” katanya.

Dengan menggunakan empat buah rakit dari bambu, pasir-pasir yang diambil dari kedalaman air diletakan di atas rakit bambu. Setelah penuh, kemudian dibawa ke penampungan pasir di pinggiran sungai. 

Satu persatu rakit diturunkan pasirnya di pinggiran sungai itu. Telah menunggu di sana sebuah truk pasir yang siap membawa hasil kerja keras para lelaki berkulit legam itu. “Satu rit Rp 400 ribu, sehari kami berenam dapat dua rit,” katanya.

Hasil penjualan pasar ini selanjutnya dibagi rata seluruh anggota pencari pasir itu. Beruntung, saat ini tak jauh dari lokasi sedang ada pembangunan sebuah pabrik, sehingga untuk melayani kebutuhan pabrik itu, merekapun kewalahan. Belum lagi pesanan dari kolega-kolega yang lain. 

“Untungnya air sedang banjir, jadi banyak pasirnya. Sedikit bisa memenuhi pesanan. Tapi, kalau mau banyak-banyak mengambil pasir tidak ada tenaganya,” paparnya.

Hal ini sangat kontras dengan kondisi saat musim kemarau, di mana air sedang surut. Air sungai tidak membawa butiran-butiran pasir. Kalau sudah begitu, para penambang pasir itu beralih profesi menjadi penambang batu kali. 

Batu-batu kecil dari sungai dikumpulkan, yang bulat dan hitam dipisahkan, sedangkan batu lain dipecah menjadi batu split.

“Kalau kemarau airnya kering. Yang bagus buat batu taman atau batu hiasan. Yang tidak bagus ya dipecah jadi batu split,” kata Mujoko, kepada Radar Solo (Jawa Pos Group).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News