Minangkabau Usai Banjir Nabi Nuh

Minangkabau Usai Banjir Nabi Nuh
Gunung Marapi dilihat dari Bukittinggi. Foto: KITLV.

(Pada masa berbelum-belum. Orang belum pinang pun belum. Semasa tanah emas ini sebongkah dengan semenanjung. Gunung baru sebingkah batu. Daratan belum lebar…timbul-lah Gunung Marapi.)

Perkiraan tarekh geologi pertumbuhan Gunung Marapi, menurut Nopriyasman dalam Sri Maharaja Diraja: Mitos dan Realitas dalam Sejarah Pembesar di Minangkabau, termuat dalam Titik Balik Historiografi di Indonesia, terjadi dalam kala tersier kurang lebih 150 juta tahun yang lalu.

"Bersamaan dengan timbulnya Gunung Pasaman, Gunung Sago, Gunung Singgalang, Gunung Talang dan Gunung Kerinci," tulis Nopriyasman dalam buku yang diterbitan Departemen Sejarah Universitas Indonesia (UI), 2008.

Haluan menuju daratan. Saking semangat mengayuh, lantaran rindu darat, begitu menepat di Gunung Marapi, kapal pun rusak. 

Maharaja Diraja, sang nakhoda kapal mengangkat sumpah. Siapa yang membetulkan kapal, akan dikawinkan dengan putrinya.

Babad Alas

Sesampai di darat, sebagaimana disampaikan tukang kaba, "nan diri Maharajo Dirajo, hutang mairik mamuloi. Disentak padang nan panjang. Dirambah samak jo baluka. Urang nan banyak manuruti (Maharaja Diraja mempelopori babad alas dan diikuti kawanannya)."

Rombongan itu mendirikan pemukiman di Gunung Marapi. Mulai dari puncak turun ke pinggang. Dan turun lagi ke baruah (hilir) di selatan Gunung Marapi. Yakni Pariangan--kini Luhak Tanah Datar. 

MANJAWEK warih, mandanga tutua (menyambut waris, mendengar tutur), masyarakat Minangkabau terbentuk usai banjir Nabi Nuh.   Wenri Wanhar - Jawa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News