Moeldoko Hanya Tumbal, Pion, Apa Agenda Besar Istana? Ada Kata Culas

Moeldoko Hanya Tumbal, Pion, Apa Agenda Besar Istana? Ada Kata Culas
Presiden Jokowi bersama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang melakukan aksi pengambilalihan paksa Partai Demokrat lewat Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumut, Jumat (5/3), hanyalah tumbal permainan politik.

Menurut Pangi, Moeldoko melakukan bunuh diri politik apabila memiliki ambisi sendiri mengambil alih kekuasaan Demokrat dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Ini membuat kami bertanya, sebodoh itukah Moeldoko? Istana diam dan tidak ada kata-kata, pikiran, empati  dari presiden, presiden paket hemat, enggak bunyi, membiarkan orang dalam Istana bikin keributan di rumah tangga orang lain?" kata Pangi kepada JPNN.com, Senin (8/3).

Pangi membeberkan sejumlah alasan hingga berani menduga Moeldoko hanya sebagai tumbal.

Pertama, jika pengambilalihan secara paksa Partai Demokrat adalah ambisi pribadi Moeldoko yang isunya ingin maju sebagai calon presiden 2024, maka tindakan ini adalah kebodohan dan bunuh diri.

"Bagaimana mungkin seorang Moeldoko yang sudah makan asam garam politik praktis mulai dari era SBY hingga dua periode kepemimpinan presiden Jokowi tidak paham karakter politik di Indonesia. Citra personal adalah kunci memenangkan hati rakyat. Sementara tindakan yang beliau lakukan hari ini telah menjerumuskan dirinya ke dalam lumpur kotor yang baunya amat busuk," kata dia.

Kedua, posisi Moeldoko sebagai Kepala KSP sangat mustahil tidak diketahui oleh pihak Istana.

Apalagi AHY sebagai ketua umum Partai Demokrat sudah jauh hari sudah memberi sinyal dan mengingatkan akan keterlibatan Moeldoko dalam upaya pengambilalihan paksa yang kemudian memang menjadi kenyataan.

Pangi melanjutkan, membiarkan Moeldoko bikin ribut di Partai Demorat menjadi indikasi kuat adanya keterlibatan Istana dalam persoalan ini.

Harusnya, presiden memecat secara tidak hormat Moeldoko dari posisinya sebagai KSP. Sebab, Moeldoko telah mencoreng wajah presiden.

"Itu saja tidak cukup, pemerintah menyakinkan tidak ada dualisme kepengurusan dan kepemimpinan, AHY ketua umum sah, dengan menolak memberikan legitimasi, menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak ikut aturan AD/ART partai yang sudah didaftarkan pada lembar dokumen negara pada 2020," kata dia.

Dari rangkaian tersebut, jika presiden tidak melakukan langkah apa pun, maka peristiwa itu mengonfirmasi keterlibatan Istana.

Campur tangan semacam ini adalah ancaman serius, bukan hanya bagi Partai Demokrat tapi ini adalah lonceng kematian bagi demokrasi.

Ketiga, jika poin kedua indikasinya semakin kuat, maka wajar semua pihak menanyakan apa agenda besar Istana.

Menurut Pangi, politik belah bambu yang menyasar partai oposisi adalah cara berpolitik yang tidak etis.

Apalagi komposisi koalisi pemerintahan hari ini sudah terlalu gemuk, enam dari sembilan partai di parlemen dengan total 75 persen kursi sudah menjadi bagian dari koalisi pemerintahan.

Dengan memecah belah partai oposisi lalu menenteng menjadi bagian dari partai koalisi pemerintah, maka DPR akan kembali ke masa suram. Sebab, DPR hanya bertugas melakukan stempel bagi kekuasaan.

"Oleh karena itu, kami juga layak bertanya dan patut curiga agenda apa yang sedang didesain pemerintah? Mungkinkah amandemen UUD 1945 terutama kaitannya dengan periode jabatan presiden yang mau ditambah menjadi tiga periode? Apa pun agendanya, kami layak curiga karena cara-cara culas sudah pasti tujuannya akan merugikan kami semua," kata dia.

Pangi melanjutkan, dari tiga argumen utama di atas, publik bisa mengambil kesimpulan sendiri mana yang paling mungkin mendekati realitas politik.

"Apakah dengan langkah sembrono dan ugal-ugalan itu Moeldoko mau jadi calon presiden 2024? Atau beliau melakukan itu semua atas restu Istana dan Moeldoko hanya pion untuk memuluskan ambisi politik yang sedang berkuasa?" tanya Pangi. (tan/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:

Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai Moeldoko yang dijadikan ketum Partai Demokrat versi KLB, hanya tumbal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News