MPR: Dua Ideologi Transnasional Menghancurkan Generasi Muda

MPR: Dua Ideologi Transnasional Menghancurkan Generasi Muda
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah saat acara seminar bertajuk "Pemuda dan Tantangan Membumikan Pancasila di Zaman Now di Hotel Selecta, Kota Batu, Jawa Timur, Selasa (6/11). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, MALANG - Dua ideologi transnasional yang membonceng kemajuan teknologi informasi terus bekerja secara masif menghancurkan generasi muda Indonesia. Jika generasi muda sebagai aset bangsa sudah rusak pikirannya, maka pupuslah harapan bangsa Indonesia untuk memiliki pemimpin masa depan yang baik di masa yang akan datang.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ahmad Basarah saat memberikan ceramah kebangsaan dan Pancasila terhadap 350 siswa dan siswi sekolah menengah umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan 54 guru mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). dalam acara seminar bertajuk "Pemuda dan Tantangan Membumikan Pancasila di Zaman Now di Hotel Selecta, Kota Batu, Jawa Timur, Selasa 6 November 2018.

"Karena itulah diperlukan filter kuat terhadap ideologi transnasional tersebut. Mengapa ikan di laut tidak asin rasanya? Karena ikan memiliki insang yang merupakan filter. Begitu juga dengan generasi muda harus memiliki filter, harus memiliki saringan agar ideologi transnasional tidak mudah masuk dan memengaruhi pola pikir generasi muda," beber legislator asal daerah pemilihan Malang Raya tersebut.

Basarah menjelaskan bahwa kedua ideologi besar tersebut adalah liberalisme dan fundamentalisme pasar serta fundamentalisme agama. Keduanya telah nyata-nyata bekerja di Indonesia. Paham fundamentalisme yang bersumber dari paham individualisme dan liberalisme yamg menegasikan kepentingan komunal dan mengedepankan kepentingan individu. Salah satu bekerjanya ideologi liberalisme adalah adanya kampanye LGBT dan pernikahan sejenis atas nama Hak Azasi Manusia.

"Tren dunia menunjukkan sudah ada 10 negara dunia yang melegalkan pernikahan sejenis bahkan fenomena di Malang sendiri dengan jelas di jejaring sosial bergentayangan akun-akun dan grup yang vulgar mempertontonkan hubungan LGBT," terang Basarah.

Di sudut lain, funadamentalisme dan radikalisme berbasis agama juga muncul. Hal ini bukan hanya sebatas isapan jempol melainkan telah nyata-nyata dan terlihat. Berbagai temuan lenbaga survei nasional menunjukkan dengan jelas sikap dan pandangan pelajar serta guru agama yang cenderung bersikap intoleran. Sebagai contoh temuan survei PPIM UIN Jakarta tahun 2018 menunjukkan 63,07 persen guru muslim memiliki opini intoleran terhadap agama lain. Kemudian temuan survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) pada tahun 2011 menunjukkan bahwa 76,2 persen guru agama Islam setuju dengan penerapan syariat Islam di Indonesia.

“Tingkatan ekstrimisme yang paling parah dan sudah menjadi fakta di tanah air adalah berbagai rentetan tindakan tindak pidana terorisme di tanah air. Kita tentu saja masih ingat bagaimana kejadian pemboman di Surabaya yang dilakukan oleh satu keluarga," terang mantan Sekjen Presidium GMNI periode 1996-1999 tersebut.

Untuk diketahui acara sosialiasi 4 Pilar tersebut di buka oleh Walikota Batu Dra. Hj. Dewanti Rumpoko, M.Si dengan ucapan "Bismillah.

Menurut Basarah, ada dua ideologi transnasional yang membonceng kemajuan teknologi informasi terus bekerja secara masif menghancurkan generasi muda Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News