Muncikari, Tante Dolly Mungkin Bingung, Tetapi Senang

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Muncikari, Tante Dolly Mungkin Bingung, Tetapi Senang
Ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

Sebagai ganti sekarang muncul istilah ‘’pekerja seks komersial’’ alias PSK. Para perempuan yang dulu dianggap lacur dan tidak punya susila sekarang disebut sebagai pekerja seks profesional, sama dengan pekerja yang bekerja di pabrik atau di dunia industri lain.

Penyebutan pelacur dan WTS dianggap diskriminatif dan seksis yang melecehkan perempuan. Sementara itu, para lelaki yang menjadi pelanggan tempat pelacuran hanya disebut sebagai ‘’pria hidung belang’’ (tidak pernah disingkat PHB).

Entah mengapa disebut sebagai hidung belang, padahal tidak ada indikasi fisik yang menunjukkan belang di hidung laki-laki yang habis melacur.

Para germo atau muncikari biasanya dipanggil ‘’mami’’ oleh anak semang maupun para pelanggannya. Ini berarti profesi germo lebih melekat kepada kaum perempuan, meskipun pada praktiknya banyak juga germo laki-laki, atau yang biasa disebut ‘’papi’’.

Sejarah pelacuran sudah membentang jauh sampai seumur peradaban manusia. Masyarakat kuno di Sumeria atau Mesir Kuno mempunyai kebiasaan memberi persembahan kepada dewa-dewa untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan panen mereka.

Dalam kesempatan itu para lelaki menempatkan istri atau anak perempuan mereka di kuil besar, dan lelaki-lelaki lain kemudian melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan itu.

Peradaban pelacuran kuno ini berlangsung dan berkembang makin canggih sampai sekarang. Para lelaki Sumaria Kuno yang menyediakan perempuan di kuil itu sekarang bertransformasi menjadi germo atau muncikari profesional.

Kuil persembahan itu di era modern berubah wujud menjadi lokalisasi pelacuran yang tersebar di seluruh dunia.

Pelacur tidak ditangkap, tetapi para muncikari dikejar-kejar sebagai pesakitan. Tante Dolly pun mungkin senang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News