Mungkinkah Paus Baru Datang dari Negara Non-Katolik?

Mungkinkah Paus Baru Datang dari Negara Non-Katolik?
Kardinal Indonesia dan Filipina saat kunjungan Paus Fransiskus ke Jakarta 2024. (Reuters: Guglielmo Mangiapane)

Ia mengatakan meskipun negara dengan mayoritas Katolik umumnya menghasilkan lebih banyak panggilan, di mana para Kardinal berasal, Paus Fransiskus memilih kardinal dari negara-negara yang bukan mayoritas Katolik, seperti Mongolia, yang memiliki populasi Katolik yang sangat kecil.

"Jadi itu tentu saja mungkin, tetapi seberapa besar kemungkinannya, kita lihat saja nanti," katanya.

"Anda tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di dalam konklaf, karena seperti kata pepatah Italia, Anda masuk ke konklaf sebagai Paus, dan keluar sebagai Kardinal."

"Kadang-kadang memang bisa saja terjadi, mereka yang difavoritkan akhirnya terpilih. Dan di lain waktu, yang terjadi adalah kejutan. Jadi, ya, kita lihat saja nanti."

Yang terlemah dari yang bukan unggulan

Faktanya, negara yang bukan mayoritas Katolik tidak melulu berarti minim aktivitas gereja, seperti yang pernah disampaikan Paus Fransiskus usai lawatan terakhirnya sebelum ia wafat.

"Di Indonesia, hanya sekitar 10 persen penduduknya Kristiani, dan hanya tiga persen di antaranya Katolik, minoritas."

"Tapi yang saya temukan adalah gereja yang hidup dan dinamis, yang mampu menghidupi dan menyebarkan kebaikan Tuhan di negara yang memiliki budaya yang sangat beragam, dan pada saat yang sama juga memiliki jumlah umat Muslim terbesar di dunia," ujar Paus Fransiskus di plaza St Pietro Basilica tahun lalu.

Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo adalah salah satu kardinal elektor yang menghadiri konklaf di Vatikan pekan depan.

Dalam film Conclave, seorang uskup dari wilayah yang mayoritas penduduknya bukan Katolik, secara tak terduga terpilih sebagai Paus

Sumber ABC Indonesia
JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News