Muqowam: Perlu Perbaikan Dalam Penerapan UU Desa

Muqowam: Perlu Perbaikan Dalam Penerapan UU Desa
Wakil Ketua DPD RI yang juga Dewan Pembina Apdesi Akhmad Muqowam pada acara Workshop Pemerintah Desa Se-Indonesia di Gedung ICE BSD, Tangerang, Kamis (29/11). Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang juga Dewan Pembina Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) Akhmad Muqowam mengatakan kehadiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa bermakna strategis dan eksistensialis dalam memberikan pengakuan dan kejelasan atas status desa, memberikan kewenangan berskala skala desa serta membuka ruang demokratisasi dari tingkat basis kemasyarakatan, yaitu desa.

“Dulu desa diatur oleh UU Pemda, sehingga desa adalah bagian dari hal tentang Pemerintahan Daerah. Dulu posisinya desa, secara mudah dinomorduakan, bukan prioritas,” terang A. Muqowam yang juga sebagai Ketua Pansus lahirnya UU Desa, dalam sambutannya di acara Workshop Pemerintah Desa Se-Indonesia di Gedung ICE BSD, Tangerang, Kamis (29/11).

Dalam acara yang dihadiri oleh Ketua DPD RI Oesman Sapta, Ketua Komite I Benny Rhamdani, Anggota DPR Akbar Faisal dan ratusan peserta workshop APDESI, Muqowam menjelaskan bahwa ruh, idealita dan norma yang ada dalam UU Desa tersebut sangatlah memberikan pengakuan yaitu Pengakuan Negara atas desa. Namun demikian, setelah UU Desa dilaksanakan, mengalami berbagai kontradiksi dan paradoks. Paling tidak terdapat 3 paradoks, Pertama yaitu Kontradiksi Kelembagaan, tidak hanya antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, urusan desa menjadi kewenangan banyak kementerian. A. Muqowam khawatir, UU Desa yang mengatur desa sebagai sentral pembangunan akan terdistorsi dengan masuknya pembangunan sektoral yang tidak terkoordinasi dan akan kembali ke masa Orde Baru.

Kedua, yaitu kontradiksi regulasi, dari berbagai kementerian yang tidak menyatu. "Ketika berbagai lembaga tersebut, khususnya Kemendagri dan Kemendes tersebut membuat peraturan menteri sendiri-sendiri, akan membuat bingung Kepala Desa. Di sini pintu masuk utama untuk publik mendistorsi desa,” jelasnya.

Ketiga yaitu masalah pembinaan yang masih kurang dilakukan oleh pemerintah yaitu Kementerian Desa. Kehadiran Polri, Kejaksaan dan Satgas Dana Desa terlibat dalam pengawasan hampir pasti menambah kerumitan dan ketakutan, serta berimplikasi minimalisasi substansi dan fungsi pembinaan.

“Jadi ada satgas desa, melaksanakan fungsi pengawasan terus tapi kurang pembinaannya,” ungkap A. Muqowam.

Hal tersebut juga diamini oleh Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Sokhiatulo Laoli. Ia mengatakan selama ini dana desa sangat bermanfaat dan dipergunakan sesuai perundang-undangan. Akan tetapi, sumber daya manusia masih menjadi persoalan. "SDM banyak yanga tidak memahami, bagaimana bisa kita diawasi tapi pembinaannya tidak jelas," ujar Sokhiatulo.

Sementara itu, di kesempatan yang sama Ketua Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) Lukman Said mengatakan bahwa harus ada kejelasan mengenai lembaga yang benar-benar mengurusi desa, apakah Kemendagri atau Kemendes. Lukman menambahkan pentingnya pembinaan kepala desa.

Muqowam mengatakan kehadiran UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa bermakna strategis dan eksistensialis dalam memberikan pengakuan dan kejelasan atas status desa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News