Nabi Ayyub pun Melakukan Social Distancing

Oleh: Ustaz A. Faisal

Nabi Ayyub pun Melakukan Social Distancing
Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Foto: M. Kusdharmadi/JPNN.com

Salah seorang dari saudaranya berkata; andaikan Allah mengetahui bahwa Ayyub punya kebaikan, niscaya Dia tidak akan mengujinya dengan penyakit ini. Perkataan bernada sinis dari saudaranya tersebut sontak membuatnya begitu terpukul. Ejekan itulah yang membuat Nabi Ayyub melakukan swakarantina. Ia dengan sukarela menjauh dari lingkungan dan keluarganya. Ia menanggung lepra seorang diri, dan hanya ditemani sang Istri yang bahkan istrinya pun pernah hendak meninggalkannya.

Kehilangan harta benda adalah ujian terberat, namun bagaimanapun beratnya ujian tersebut tak ada ujian yang lebih berat dibanding terpisah dan dijauhi oleh sanak keluarga. Lepra seperti membunuhnya dua kali, menggerogoti seluruh tubuhnya, menjauhkannya dari keluarganya.

Hanya bersabar dan berserah diri yang dilakukan oleh Nabi Ayyub di masa-masa krisisnya. Atas ejekan yang dilakukan oleh kedua saudaranya tersebut ia pun berdoa sebagaimana diabadikan dalam Alquran: “Dan ingatlah kisah Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya, “sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan yang Maha penyayang di antara semua penyayang.” (Al Anbiya’: 83).

Abdul Wahhab An Najjar menjelaskan ada dua pendapat mengenai kisah Nabi Ayyub di atas.

Ada yang berpendapat bahwa kesabaran Nabi Ayyub atas kebangkrutan yang dideritanya itulah sebenarnya yang mengangkat derajatnya menjadi seorang nabi. Karena menurutnya seorang nabi adalah manusia suci yang tak mungkin diberi penyakit yang sedemikian hebat dan menghinakan.

Pendapat yang lain mengatakan bahwasannya itulah ujian bagi kenabiannya. Mengingat musibah tersebut datang kepadanya saat ia berusia 80 tahun. Sementara usia diangkatnya nabi adalah 40 tahun. Dari konfrontasi beberapa tafsir yang saya lakukan mengindikasikan bawa ujian tersebut adalah ujian terbesar kenabiannya. Sebagaimana nabi-nabi lain yang selalu lekat dengan ujian.

Nabi Ayyub diangkat menjadi nabi setidaknya karena dua hal besar. Pertama, karena kedermawanannya atas aset yang ia miliki. Kedua, karena kesabarannya atas swakarantina yang ia lakukan secara sukarela dikarenakan ujian yang Allah -dalam beberapa riwayat, yang setan- timpakan atas semua aset yang dimilikinya tersebut.

Terlepas dari silang pendapat para mufassir mengenai kisah tersebut, Nabi Ayyub mewariskan pelajaran besar bagi kita terutama di masa ganasnya pandemi COVID-19 yang mengglobal saat ini. Ia mengajarkan kebesaran hati dan kesadaran diri melakukan swakarantina.

Penggalan cerita Nabi Ayyub menerapkan social distancing, sepertinya relevan di masa wabah corona saat ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News