Nasib Petani Salak Pondoh di Bukittinggi

Nasib Petani Salak Pondoh di Bukittinggi
Nasib Petani Salak Pondoh di Bukittinggi

"Cara lain yang kami lakukan dengan memburu pakai anjing peliharaan, kerena jumlah hama musang lebih banya dari jumlah anjing peliharaan kami, makan hama tetap tidak bisa kami basmi," katanya.

Hasil panen salak cukup menjanjikan sebab tiap kami panen menghasilkan buah salak  700 kilogram tiap  enam bulan sekali dengan harga jual satu kilo Rp 10 ribu,"itu pun hasil panen salak kami tidak dijual ke pasar, kerena pembeli yang datang ke sini," jelasnya.

Namun, kendalanya disitu hama yang memakan buah salak kami sangat mengancam hasil panen. Sekarang kami memsiasati hama dengan menanam makanan yang disuka oleh hama musang dan tupai, seperti buah pepaya dan tanaman kopi di lokasi kebun ini. Gunanya supaya hama musang bisa beralih memakanan.

"Upaya itu pun belum membuahkan hasil untuk membasmi hama musang, sebab di sekitar lahan kami ini masih banyak terdapat lahan tidur dan hama musang dan tupai sangat mudah bekembang di dalam belukar pada lahan tidur tersebut. Hama ini tidak saja menyerang tanaman salak kami dia juga menyerang tanaman pisang masyarakat disini.

"Kerang kami berasih pada tanaman coklat disela tanaman salak, apabila coklat itu sudah berbuah maka salak akan kami habiskan," katanya.

Sekarang untuk tambahan penghasilan, kami mengumpulkan kotoran hama musang yang memakan biah kopi, sebab buah kopi yang jadi kotoran tersebut bisa diambil dan dijemur dan dijual ke pasar harganya satu kilo hanya Rp 24 ribu," itu pun paling banya dalam satu bulan hanya bisa kami kumpulkan tiga kilogram," katanya.(***)


Upaya untuk merubah nasib dengan membudidayakan salak Pondoh harus bersahabar selama 4 tahun. Ini dikarenakan serangan hama musang yang merajalela


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News