Nelayan Banten Minta Larangan Ekspor Benur Dicabut

Nelayan Banten Minta Larangan Ekspor Benur Dicabut
Artis sekaligus pemerhati nelayan Wulan Guritno (tengah, baju hitam) dan Penggiat Budi Daya Lobster Nusantara seusai berdialog dengan nelayan di Desa Muara, Kecamatan Wanassalam, Lebak, Banten. Foto: Source for JPNN.com

Perubahan cuaca telah menyebabkan tangkapan ikan tak menentu. Sementara itu, benur jumlahnya lebih banyak dan lebih bernilai ekonomi tinggi.

“Kami selalu waswas saat membawanya. Jadi, bawa lobster pakai plastik hitam supaya enggak kelihatan. Kalo (menangkap) benih lobster legal, lebih sejahtera lagi nelayan ini," papar Siti.

Senada dengan Siti, Kepala Desa Muara Ujang mengungkapkan larangan ekspor benur sempat menimbulkan konflik antara warga dengan aparat.

Diceritakan Ujang, suatu hari ada aparat yang hendak menangkap salah seorang nelayan di rumahnya.

"Tahun 2021 hampir dikerumuni massa. Karena menangkapnya di rumah, sehingga nelayan itu berteriak. Massa datang dan mau berkelahi. Saya turun juga, alhamdulillah dapat dicegah," tuturnya.

Dengan kondisi yang ada, Ujang berharap pemerintah dapat meninjau kembali larangan ekspor benur. Selain itu, penting juga memberikan pelatihan dan menyediakan teknologi budi daya lobster yang mumpuni.

"Sehingga benur tidak mubazir karena mati oleh predator, nelayan sejahtera, dan pemerintah pun dapat uang,” kata dia.

Pertemuan ini dihadiri Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Lebak Bernard SP, Kapolsek Wanasalam AKP Suparja, para pejabat setempat, dan artis sekaligus pemerhati nelayan Wulan Guritno. (jpnn)


Larangan ekspor benur atau atau benih bening lobster (BBL) merugikan para nelayan.

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News