Neo Kolonialis-Imperialis di Indonesia

Oleh: Choky Askar Ratulela

Neo Kolonialis-Imperialis di Indonesia
Sekretaris Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Jakarta Pusat, Choky Askar Ratulela. Foto: Dokpri for JPNN.com

IMF sendiri adalah organisasi internasional yang bertujuan mempererat kerja sama moneter global, memperkuat kestabilan keuangan, mendorong perdagangan internasional, memperluas lapangan pekerjaan sekaligus pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan mengentaskan kemiskinan di seluruh dunia. Tetapi itu adalah semboyan-semboyan organisasi atau sebuah bahasa marketing untuk menarik negara-negara yang miskin untuk masuk kedalam jebakan 'batman' agar merapat ke Washington DC, Amerika Serikat ini.

Dimasanya Bung Karno, Indonesia pernah bekerjasama dengan dengan IMF. Hal ini termuat dalam keterangan-keterangan pemerintah mengenai soal-soal pelaksanaan Deklarasi Ekonomi. Djoeanda Kartawidjaja, Perdana Menteri Indonesia saat itu membenarkan adanya pinjaman dari IMF sejak permulaan tahun 1950. Pinjaman itu sudah dilunasi tanpa tersisa sepeserpun. Tetapi setelah 15 tahun bergabung, Indonesia mendeklarasikan pengunduran diri dari PBB dan koleganya. Soekarnolah orang yang membuat para pimpinan organisasi internasional  kebingungan. Bagaimana tidak, lembaga yang menyediakan bantuan untuk negara dunia ini biasanya banyak dimintai bantuan tetapi hal sebaliknya dilakukan oleh negara Indonesia pada saat itu.

Indonesia adalah negara yang pertama dan terakhir yang keluar dari Liga Bangsa-Bangsa ini. Embrionya adalah keinginan Federasi Malaya, yang dikenal dengan nama Persekutuan Tanah Melayu, untuk menggabungkan Borneo Utara, Sarawak, dan Singapura menjadi satu negara baru. Indonesia sudah mencurigainya sebagai intrik untuk memecah belah Asia Tenggara sejak 1961. Namun segala kecaman tak membuahkan hasil kongkrit. Justru pada September 1963 Malaysia lahir di bawah restu Inggris. Bung karno menilai pembentukan Malaysia adalah proyek kolonialisme Barat yang akan mengancam eksistensi Indonesia yang baru merdeka. Ia melabeli Malaysia sebagai boneka bentukan Inggris-negara yang sempat menjajah Hindia Belanda pada pada abad ke-16. Inggris dianggap akan menggunakan negara baru di Semenanjung Malaya untuk mengetatkan kontrol dan kekuasaan. Dengan kata lain, mereka hendak melanjutkan kolonialisme gaya baru (Nekolim).

Rencana itu apabila terjadi, maka akan membuat Indonesia terpuruk. Nekolim dengan terapan sistem ekonomi barat seperti kapitalisme ini benar-benar mencengkeram habis negara kita. Nekolim melalui bantuan ekonomi yang mampu mengakibatkan ekonomi nasional menjadi bergantung pada negara pemberi bantuan tersebut, ataupun melalaui kerjasama kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang mampu mengakibatkan kebudayaan dan ilmu pengetahuan nasional menjadi tidak berkembang. Dengan dasar tujuannya yaitu pengurangan intervensi dari pemerintah agar korporasi dan keswastaan bisa bergerak bebas dan membuat perusahaan-perusahan itu tumbuh subur di negara konsumtif seperti Indonesia yang mempunyai penduduk yang hampir mencapai 2,7 juta jiwa.

Ketika Bung Karno mendapat intervensi Nekolim, beliau mengeluarkan beberapa pernyataan yang menggugah saya. Pernyataan itu berbunyi, "Kita bisa beroperasi tanpa lembaga-lembaga khusus PBB. Ini baik untuk bangsa kita, untuk bisa berdiri di atas kaki kita sendiri. Saya sudah serukan sebelumnya: Persetan dengan bantuanmu!, Pergilah ke neraka bersama kaummu!." Begitu sesumbar Bung Karno, sembari mengingatkan agar rakyat, kementerian, dan militer Indonesia siap menghadapi segala konsekuensinya. Sebab, baginya, “hanya dengan mengatasi kesulitan kita bisa menjadi bangsa yang besar". Sikap tegas untuk menentang Nekolim dengan mengusung gerakan "Berdikari" (Berdiri di atas kaki sendiri) merupakan prinsip "Kepribadian Nasional". Kemandirian ekonomi akan menghindarkan Indonesia dari ketergantungan akan bantuan ekonomi dari negara atau lembaga internasional. Seperti konsep Berdikari untuk mencapainya. Segala kebijakan yang berbau nasionalisasi juga membuat pemodal asing, terutama dari Barat, kesulitan masuk Indonesia.

Tetapi, Nekolim tidak tinggal diam. Segala macam usaha terus dilakukan guna meruntuhkan sikap anti nekolim di Indonesia. Lewat politik adu domba (Devide et empera) yang melibatkan intelegensi dunia, persatuan Indonesia saat itu berhasil dipecahkan dan dikuasai (Verdeel en heers). Peristiwa Gerakan 1 Oktober (Gestok) tahun 1965 adalah kejahatan kemanusiaan yang merenggut kurang lebih dua jutaan jiwa rakyat Indonesia. Hal ini menurut saya adalah imbas dari perang dingin antara Eropa Barat (USA dan Kroni) yang berpaham Kapitalis melawan Eropa Timur (Uni Soviet dan Crew) yang berpaham Sosialis.

Pemerintahan orde lama akhirnya dilengserkan dengan Surat Perintah 11 Maret yang berisikan perintah pengamatan kondisi dan situasi Indonesia, pengamanan Presiden, wibawah Presiden, ajaran Presiden dan lainnya, dimanfaatkan oleh oknum-oknum penegak hukum yang tergabung dalam ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) saat itu. Jenderal Soeharto sebagai panglima saat itu diangkat menjadi presiden karena "dianggap" berjasa mengkondusifkan negara saat itu. Dukungan dari para Nekolim memberitakan dengan gamblang kalau Indonesia telah di selamatkan oleh "The Hero".

Pada masa Pemerintahan Soeharto, inilah gerbang masuk peradaban nekolim. Praktik Nekolim ini kembali muncul dan bahkan lebih terang-terangan dilakukan oleh kaum Nekolim. Berbeda dengan Soekarno yang pada dasarnya memang Anti-kolonialisme dan Anti-imperialisme, Soeharto pada masanya justru sangat Pro dengan Amerika dan bangsa Eropa. Indonesia pun akhirnya kembali mendaftarkan diri sebagai anggota dari organisasi internasional tersebut. Semua proses pengnasionalisasian perusahaan asing yang sebelumnya dilancarkan di era Bung Karno, di aktifkan kembali. Keran investasi di Indonesia kembali di buka dengan alasan keterpurukan ekonomi (Krisis Moneter) di Indonesia saat itu. Soeharto berkenan untuk menerima pinjaman dari IMF dan Bank Dunia. Sehingga mulai terjadi kesepakatan politik bilateral untuk bangsa Amerika dan Eropa dalam menguasai sumber daya alam Indonesia dengan membentuk GATT yang sekarang berganti nama menjadi WTO.

Para pemburu harta karun yang tercatat dalam perjalanan waktu bumi Nusantara antara lain, Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang yang tercatat berkisar pada tahun 1509 sampai dengan hari kemerdekaan tahun 1945.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News