Nicholaus Prasetya, Pemenang Sayembara Ahmad Wahib yang Terinspirasi Tragedi Reformasi
Tiga Hari Disembunyikan Tetangga di Rumah Sebelah
Minggu, 18 November 2012 – 00:18 WIB
Toleransi atas ras, suku, agama, dan budaya hampir menjadi tema besar secara keseluruhan tulisan Nicholaus Prasetya. Ide besarnya tentang toleransi tanpa memandang identitas itu mendapat apresiasi. Dia datang sebagai etnis Tionghoa dan nonmuslim pertama yang memenangi sayembara yang diadakan Forum Muda Paramadina, Oktober lalu.
HENNY GALLA PRADANA, Bandung
JAKARTA mencekam kala itu. Ketakutan yang akut menjalar pada hampir seluruh tubuh etnis Tionghoa. Negeri yang konon takzim pada segala perbedaan ini tiba-tiba menjadi ancaman bagi kalangan minoritas. Tak sedikit warga Tionghoa yang akhirnya kabur ke luar negeri untuk menghindari pertikaian berbasis ras yang mengganas, pada tempo menjelang runtuhnya Orde Baru, Mei 1998. Namun, tak sedikit pula Tionghoa yang bertahan di tengah kerusuhan.
Pada lesatan zaman yang lampau, Anne Frank, seorang gadis Jerman keturunan Yahudi, bersama ayah, ibu, dan kakak perempuannya bersembunyi di Achterhuis (ruang rahasia yang ditutup rak buku), Amsterdam, Belanda. Upaya itu dilakukan agar mereka selamat dari pendudukan Nazi yang anti-Yahudi. Dalam ruang rahasia tersebut, lahirlah sebuah catatan harian yang ditulis Anne Frank, yang kemudian menjadi saksi bisu peristiwa Holocaust.
Toleransi atas ras, suku, agama, dan budaya hampir menjadi tema besar secara keseluruhan tulisan Nicholaus Prasetya. Ide besarnya tentang toleransi
BERITA TERKAIT
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor
- Pesantren Ala Kadarnya di Pulau Sebatik, Asa Santri di Perbatasan Negeri