Nicholaus Prasetya, Pemenang Sayembara Ahmad Wahib yang Terinspirasi Tragedi Reformasi

Tiga Hari Disembunyikan Tetangga di Rumah Sebelah

Nicholaus Prasetya, Pemenang Sayembara Ahmad Wahib yang Terinspirasi Tragedi Reformasi
MEMBEKAS: Nicholaus Prasetya hingga kini masih merasakan kegetiran kerusuhan etnis 1998. Foto: Henny Galla Pradana/Jawa Pos
Nicho menyelaraskan langkah yang belum usai dari Ahmad Wahib, sang pemikir. Logika eksak yang digelutinya tidak mengendurkan jiwa Nicho untuk peka terhadap realitas sehari-hari. Gagasan Ahmad Wahib tentang agama, Tuhan, dan diversitas atau keberagaman itu menjadi rangsangan bagi Nicho untuk terus menulis tentang perdamaian dan pemikiran berani untuk membela mereka yang hidup dalam minoritas.

 

"Selama ini kita terlalu kaku dan rigid. Tidak bisa menerima perbedaan itu. Padahal, ada identitas kita yang saling bersinggungan," terangnya.

 

Bagi Nicho, dalam dunia yang semakin kompleks dan manusia dituntut menerima keberagaman, dibutuhkan suatu hukum yang toleran. "Namun, hukum kita saat ini masih berdasar intoleransi," tegasnya.

 

Menurut dia, produk hukum yang berdasar intoleransi agama, misalnya, akan menjadi tempat persembunyian para oknum dan penjahat yang tak menginginkan perdamaian. Nicho mempersoalkan pelarangan pembangunan bahkan pencabutan izin rumah ibadah. "Dalam hal inilah seharusnya regulator yang mengedepankan toleransi kepada agama lain lebih objektif," tuturnya. (*/c5/ari)

Toleransi atas ras, suku, agama, dan budaya hampir menjadi tema besar secara keseluruhan tulisan Nicholaus Prasetya. Ide besarnya tentang toleransi


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News