Nyaman Banar

Oleh Dahlan Iskan

Nyaman Banar
Foto: disway.id

Saya sebut satu per satu nama-nama anggota keluarga saya. Saya mintakan sehat juga: semua karyawan di grup perusahaan saya. Baik yang di Kaltim, Lombok, Sumbawa, Surabaya, Jabar, Jateng, Sumatera, dan di Papua.

Di sujud kedua, saya doakan mereka agar diberi kehidupan yang baik. Perusahaan-perusahaan itu. Juga perusahaan anak-anak saya. Termasuk Persebaya, DBL Indonesia, Wednesday, dan real estate-nya.

Saya ingat ketika menjadi jemaah Salat Tarawih di lingkungan Hidayatullah. Yang sujudnya juga lama dan sangat lama. Bisa untuk membaca istighfar 45 kali.

Jemaah yang hadir di halaman kemarin tampak sepenuhnya memperhatikan khotbah. Itu karena isi khotbah menyangkut ”what it mean to me”.

Banyak khotbah yang isinya ”what it mean to us”. Unsur ”me”-nya sangat langka. Karena itu khotbah menjadi kurang menarik.

Banyak jemaah salat hari raya yang tidak mau mendengarkan khotbah. Mereka langsung bubar begitu salat selesai.

Merumuskan tema khotbah memang tidak mudah. Itu karena pengkhotbah tidak mau tahu siapa pendengar khotbahnya.

Juga tidak melakukan penelitian atas jemaah yang hadir hari itu. Tidak mencari tahu apa saja problem mereka. Apa yang mereka inginkan. Pengkhotbah umumnya tidak peduli --pokoknya khotbah.

unia bisnis telah membuat saya tidak dikenal di dunia dakwah. Saya sudah dianggap 'binatang ekonomi'. Sudah disamakan dengan suku Tionghoa atau Yahudi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News