Omzet Ratusan Juta Rupiah Per Bulan dari Batik

Omzet Ratusan Juta Rupiah Per Bulan dari Batik
Berkat ketekunannya, batik karya Fitria dihargai mahal. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Fitria Anggraini Lestari membuktikan, pernah jatuh dalam bisnis bukanlah akhir dari segalanya. Asal mau tetap bekerja keras, kesuksesan dapat diraih.

Fitria terlihat sibuk siang itu. Berlembar-lembar kain batik dipajang di berbagai sudut salah satu ruangan rumah Fitria di kawasan Kupang Gunung Timur, Sawahan. Ada yang sudah diwarnai, ada pula yang baru selesai dicanting. Fitria sedang mencanting batik pada selembar kain putih berukuran 2 x 2,5 meter dengan dibantu tiga karyawan."Bulan ini banyak pesanan," ungkap perempuan 38 tahun tersebut. 

Konsumen terbanyak Fitria berasal dari Jakarta dan Surabaya. Sekali order, tidak hanya 1-2 lembar kain, tapi mencapai puluhan. Salah seorang pemesan bulan ini adalah Wali Kota Tri Rismaharini.

Orang nomor satu di Surabaya itu memesan 50 lembar kain."Bu Wali sendiri yang memilih motifnya," terang Fitria. 

Risma sering memesan batik ke Fitria. Karena itu, Fitria hafal betul cara melayani Risma."Kalau minta selesai bulan ini, ya harus bulan ini," kata perempuan asli Surabaya tersebut, lantas tersenyum. Pesanan lain datang dari desainer Oscar Lawalata. Fitria senang betul mendapat kepercayaan tersebut.

Itu pengalaman pertama bagi Fitria. Terlebih, rancangan busana yang menggunakan batik Fitria tersebut akan ditampilkan dalam fashion show di Paris.

Bukan sembarang pembatik yang dipilih desainer peraih penghargaan International Young Creative Entrepreneur (IYCE) di Inggris itu. Fitria harus menjalani serangkaian tes dan pelatihan. 

Perkenalan mereka dimulai saat Fitria mengikuti pelatihan UKM yang diselenggarakan Bank Mandiri di Trenggalek akhir tahun lalu. Pematerinya Oscar Lawalata. 

Setelah itu, Fitria mengikuti tes seleksi mendesain batik. Pola dan warna yang digambar Fitria ternyata membuat Oscar kepincut."Katanya, dia tertarik dengan pewarnaan saya yang pakai teknik gradasi. Jarang batik pakai teknik itu," ungkap ibu dua anak tersebut. Oscar memesan enam lembar kain batik bulan lalu.

Komunikasi mereka berjalan intens. Sesekali Oscar pergi ke Surabaya untuk memastikan proses pembuatan batik. Semua jenis kain sudah ditentukan Oscar, yakni sutra dan katun."Dia orang yang perfeksionis. Oscar juga memberikan contoh motif kepada kami," ungkapnya. Semua pesanan itu harus selesai pada bulan ini.

Setiap jenis kain memiliki karakteristik masing-masing. Membatik pada kain sutra dirasa Fitria lebih sulit daripada kain katun."Saat canting, kainnya gerak-gerak. Jadi, lebih hati-hati dan pelan," tuturnya. 

Menurut Fitria, motif batik yang diminta Oscar cukup rumit. Bentuknya kecil-kecil. Faktor itulah yang membuat pengerjaan sangat lama. Pewarnaan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Sedikit saja salah, tahapan harus diulang mulai awal. Sampai saat ini, Fitria baru merampungkan 50 persen. Siang-malam dia ngebut menyelesaikan pesanan.

Secara berkala, dia mengirimkan foto hasil kain yang sudah selesai kepada Oscar. Kalau kurang sesuai, Fitria segera memperbaikinya. Di tengah-tengah kesibukannya tersebut, Fitria merasa beruntung. Menurut dia, ini adalah pengalaman berharga yang bisa memacunya untuk mengembangkan usaha batik.

Dengan capaiannya saat ini, Fitria membuktikan bahwa usaha keras bisa membuahkan hasil memuaskan. Sebelumnya, tidak sedikit orang yang meremehkan."Bisa tah membatik. Sering sekali dapat ejekan itu," katanya. 

Dulu, Fitria adalah penjahit pakaian di kawasan lokalisasi Dolly."Saya sering menjahitkan pakaian penghuni Dolly. Yang mini-mini itu," ceritanya. 

Sejak penutupan lokalisasi Dolly pada 2014, usaha Fitria hancur. Sempat terpuruk, 1-2 tahun setelah itu, Fitria bangkit. Pemkot Surabaya sering memberikan pelatihan kepada warga terdampak penutupan. Batik yang dirasa paling cocok oleh Fitria. Istri Ari Wijaya tersebut pun menekuninya. Berbagai macam pelatihan diikuti secara rutin. Dia mendesain motif kupu-kupu dan daun jarak sebagai ciri khas batiknya.

Penghasilan beberapa bulan pertama Fitria sebesar Rp 125 ribu per kain. Nilai itu terus meningkat berkat ketekunan Fitria. Saat ini selembar kain batik produksi Fitria dihargai Rp 2,5 juta. Dalam sebulan, rata-rata produksi kain batik Fitria sebanyak 50 lembar untuk memenuhi pesanan."Semoga terus berkembang," ungkap perempuan yang kini sering dipercaya memberikan pelatihan membatik itu. (Brianika/c7/ayi/JPNN/pda)


Risma sering memesan batik ke Fitria. Karena itu, Fitria hafal betul cara melayani Risma


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News