OTT Hanya 10 Persen dari Beban Kasus KPK

OTT Hanya 10 Persen dari Beban Kasus KPK
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kanan) bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah menggelar konferensi pers terkait Bupati Klaten Sri Hartati yang terjaring OTT KPK di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (31/12). KPK menemukan sejumlah uang kurang lebih Rp 2 miliar, USD 5700 dan SGD 2035. Foto : Ricardo/JPNN.com Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengungkapkan bahwa tidak semua operasi tangkap tangan harus dengan penyadapan. Dia pun membantah KPK tebang pilih kasus.

Menurut Syarif, ketika menindaklanjuti sebuah kasus, KPK tentu mencari yang paling lengkap alat bukti dan informasinya.

“Tidak semua OTT pakai penyadapan. Ada pula OTT yang tidak pakai penyadapan,” kata Syarif saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Selasa (12/9).

Dia menegaskan, ketika ada laporan lengkap dan tanpa penyadapan, KPK juga bisa menindaklanjutinya. “Masa kalau ada laporan lengkap kami tutup mata?” tegas Syarif lagi.

Jadi, kata Syarif, OTT itu sebenarnya susah sekali. KPK tidak ada pilih-pilih, baik jumlah uangnya, maupun siapa yang akan ditangkap.

“Tidak ada pilih lebih sedikit, lebih berat, itu tidak ada. Semua sama, kalau akurat informasinya kami kembangkan,” paparnya.

Menurut Syarif, OTT itu hanya 10 persen saja dari kasus-kasus yang ditangani KPK. Sebab, kata dia, yang paling banyak ditangani KPK itu adalah pengembangan kasus.

Hanya saja, kata dia, pemberitaan OTT selama ini lebih besar ketimbang lainnya. “Cuma sensasi medianya selalu lebih wah, seakan-akan kami divonis tidak pernah pencegahan,” katanya.

Dia mengatakan, secantik apa pun pencegahan yang dilakukan Direktorat Pencegahan di bawah pimpinan Pahala Nainggolan, tidak pernah diberitakan penuh oleh media. (boy/jpnn)


Wakil Ketua KPK Laode M Syarif bicara mengenai OTT yang dilakukan lembaganya


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News