Pacu Jalur Kuantan Singingi, Festival Menjaga Tradisi

Pacu Jalur Kuantan Singingi, Festival Menjaga Tradisi
Suasana Meriah Lomba Pacu Jalur di Kuantan Singingi. Foto: IST

Perlombaan Pacu Jalur Taluk Kuantan memakai penilaian “sistem gugur”. Sehingga peserta yang kalah tidak boleh turut bermain kembali. Sedangkan para pemenangnya akan diadu kembali untuk mendapatkan pemenang utama. Selain itu juga menggunakan “sistem setengah kompetisi”. Dimana setiap regu akan bermain beberapa kali, dan regu yang selalu menang hingga perlombaan terakhir akan menjadi juaranya.

Perlombaan meriah ini dimulai dengan tanda yang cukup unik, yaitu dengan membunyikan meriam. Bagi Anda yang belum terbiasa mendengar suara meriam ini jangan kaget. Meriam ini digunakan karena bila memakai peluit, suara peluit  tidak akan terdengar oleh peserta lomba. Karena luasnya arena pacu dan hiruk pikuk penonton yang menyaksikan perlombaan.

Pada dentuman pertama Jalur-Jalur (perahu-perahu) yang telah ditentukan urutannya akan berjejer di garis start. Pada dentuman kedua, mereka akan berada dalam posisi siap untuk mengayuh dayung. Dan setelah wasit membunyikan meriam untuk yang ketiga kalinya, maka dimulailah perlombaan Pacu Jalur tersebut. Setiap regu akan berlomba memacu (mengayuh) Jalurnya dan mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk mencapai garis finish.

Sebelum acara puncak festival Pacu Jalur ini dimulai, Anda terlebih dahulu akan dihibur dengan penampilan tari-tarian dan nyanyian daerah untuk menghibur peserta dan masyarakat yang menyaksikan acara ini. Biasanya festival ini diikuti oleh ratusan perahu dan melibatkan ribuan atlet dayung.

Peralatan permainan dalam pacu jalur, tentu saja adalah jalur yang dibuat dari batang kayu utuh, tanpa dibelah-belah, dipotong-potong atau disambung-sambung. Panjang jalur antara 25--30 meter, dengan lebar ruang bagian tengah 11,25 meter. Bagian-bagian jalur terdiri atas: (1) luan (haluan); (2) talingo (telinga depan); (3) panggar (tempat duduk); (4) pornik (lambung); (5) ruang timbo (tempat menimba air); (6) talingo belakang; (7) kamudi (tempat pengemudi); (8) lambai-lambai/selembayung (pegangan tukan onjor); (9) pandaro (bibit jalur); (10) ular-ular (tempat duduk pedayung); (11) selembayung (ujung jalur berukir); dan (13) panimbo (gayung air). Jalur dilengkapi pula dengan sebuah dayung untuk setiap pemain.

 

Bagian selembayung dan pinggir badan jalur biasanya berukir dan diberi warna semarak. Motifnya bermacam-macam seperti: sulur-suluran, geometris, ombak, buruk dan bahkan pesawat terbang. Tiap-tiap jalur mempunyai nama seperti: Naga Sakti, Gajah Tunggal, Rawang Udang, Kompe Berangin, Bomber, Pelita, Orde Baru, Raja Kinantan, Kibasan Nago Liar, Singa Kuantan Sungai Pinang, Dayung Serentak, Keramat Jati, Panggogar Alam, Tuah di Kampuang Godang di Rantau, Ratu Dewa dan lain-lain. Tujuan dari pengukiran, pewarnaan dan pemberian nama pada setiap jalur tersebut adalah agar dapat “tampil beda” dari yang lain.

 

RIBUAN penonton di tepian Narosa terdengar riuh rendah. Mereka memberi semangat pada anak jalur yang baru saja lepas. 40 pemuda mengayuh kencang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News