Pajak Kehilangan Muka

Oleh: Dahlan Iskan

Pajak Kehilangan Muka
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: Ricardo

Pemerintah pun kelihatannya juga sudah telanjur begitu optimistis. RUU Pajak sudah telanjur diajukan. Telanjur dibacakan pula di sidang pleno DPR. Bahkan DPR sudah memutuskan komisi berapa yang harus membahasnya: Komisi XI.

Kalau RUU itu tidak ditarik terciptalah momentum untuk terus mempersoalkannya. Selama pembahasan di DPR itu, terbuka peluang untuk muncul isu sensitif setiap hari.

Sampai kemarin isu pajak itu masih tetap liar: sembako akan dipajaki, knalpot dipajaki, sekolah dipajaki.

Sampai pun muncul omongan: jangan lagi menganggap anak itu sangat berharga, nanti kena pajak.

Counter dari pemerintah seperti menguap sebelum airnya mendidih. Tidak dipedulikan lagi penjelasan bahwa pajak baru itu baru akan berlaku kalau pandemi sudah lewat. Bukan sekarang. Tidak digubris pula bahwa sembako yang kena pajak itu hanya yang premium. Dan sekolah yang dipajaki adalah yang komersial.

Demikian juga soal pengampunan pajak yang –menurut staf khusus Menkeu– bukan lagi seperti tax amnesty yang lalu.

Pokoknya: negara jangan terus menambah utang, pajak jangan dinaikkan, harga-harga tidak boleh mahal, orang harus senang.

Soal negara tidak punya uang lagi, defisit anggaran sudah kian lebar dan ekonomi memburuk itu urusan pemerintah yang harus pintar.

Apakah RUU Pajak ini akan dibela pemerintah sekuat membela UU Cipta Kerja, atau biarkan saja Menkeu berjuang sendiri?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News