Pakar: Cukup Alasan Syafruddin Temenggung Diputus Bebas

Pakar: Cukup Alasan Syafruddin Temenggung Diputus Bebas
Margarito Kamis. Foto: dok/JPNN.com

Berdasarkan catatan fakta persidangan, jaksa KPK menuntut hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan terhadap Syafruddin, karena dianggap memenuhi unsur tindak pidana korupsi seperti tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 jo. UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Dalil jaksa terdakwa melawan hukum yakni UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Sementara itu, jaksa tidak dapat membuktikan adanya unsur penerimaan uang (kick back) oleh Syafruddin yang berhubungan dengan penerbitan SKL.

Dalil jaksa itu dipatahkan dalam pledoi. Nyatanya BPPN tidaklah tunduk kepada Pasal 37 UU Perbendaharaan Negara, karena:

Pertama, BPPN tunduk kepada rezim hukum yang berbasis pada asas lex specialis (aturan khusus) untuk semua aturan hukum yang ada dalam sistem hukum yang berlaku dan merupakan hukum darurat untuk mengatasi krisis.

Kedua, BPPN tunduk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 1999 tentang BPPN. Oleh karena itu, PP tentang BPPN itu harus dilihat sebagai satu kesatuan dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, mengingat keberadaannya merupakan turunan dari Pasal 37A UU Perbankan yang berbunyi: Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan. Badan khusus dimaksud adalah BPPN.

Ketiga, undang-undang memberikan kewenangan-kewenangan khusus kepada BPPN yang tidak dimiliki oleh institusi lainnya. Sifat dari kewenangan yang dimiliki oleh BPPN tersebut merupakan lex specialis terhadap ketentuan UU lainnya. Maka selain UU, tindakan yang diambil oleh BPPN dipersamakan dengan suatu keputusan pengadilan yang bersifat serta merta. Hal ini tiada lain karena keadaan ekonomi nasional dalam keadaan bahaya dan eksistensi BPPN tersebut hanya dalam keadaan sementara (ad hoc)

Keempat, dengan mendalilkan bahwa UU Perbendaharaan Negara berlaku terhadap BPPN, penuntut umum kurang memahami ketentuan yang terkait dengan program penyehatan perbankan dan restrukturisasi utang perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 37A UU Perbankan jo. Keppres Nomor 34 Tahun 1998 jo PP Nomor 17 Tahun 1999 tentang BPPN.

Tentang sifat khusus (lex specialis) dari PP tentang BPPN juga dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 01/1999 berkaitan dengan uji materiil PP BPPN yang diajukan oleh DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan esensi peradilan bukan sekadar untuk menghukum atau membebaskan orang melainkan untuk mencari kebenaran.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News