Pakar Hukum dari UI Beri Peringatan Kepada KAMI

Pakar Hukum dari UI Beri Peringatan Kepada KAMI
KAMI menggelar deklarasi di Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa (18/8). Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji mengingatkan agar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang mendeklarasikan diri, Selasa (18/8) siang tadi, bersikap konstitusional saat menyampaikan kritik kepada pemerintah.

"KAMI sebaiknya bersikap secara konstitusional, karena pernyataan kebebasan berpendapat secara politik tidak pernah bersifat absolut tanpa batas. Dalam kehidupan bernegara ada limitasi-limitasi regulasi dan doktrin hukum yang memberikan pagar politik dan hukum secara implementatif. Jangan sampai ada destruksi rambu-rambu untuk melanggar hukum," kata Indriyanto dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, setiap warga negara memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat, termasuk memberikan kritikan terhadap pemerintahan.

Namun, lanjut dia, jika kritikan tersebut seperti yang dilakukan KAMI bersifat tendensius dan tidak objektif, maka bisa mengarah kepada bentuk pelanggaran hukum.

"Sebatas pemberitaan viral di media sosial masih dalam tataran kritik/pernyataan terhadap kebijakan maupun keputusan pemerintah, itu dijamin oleh konstitusi dalam kerangka kebebasan berpendapat dan belum bisa dikategorikan pemberitaan provokatif," tuturnya.

Namun, kata Indriyanto, apabila KAMI melakukan kritik/pernyataan terhadap kebijakan maupun keputusan pemerintah atau pernyataan yang tendensius dan tidak objektif, maka hal itu bisa disebut sebagai bentuk penghinaan formil.

Dia mencontohkan kritik/pernyataan yang dimaksud, antara lain tuduhan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) melanggar konstitusi dengan melanggar politik bebas aktif, pemerintah melakukan pembiaran dengan masuknya militer Tiongkok dengan alasan tenaga kerja asing (TKA), dan tudingan munculnya PKI gaya baru yang dibiarkan pemerintah.

Contoh lain terkait dengan pendapat-pendapat yang membungkus seolah kebebasan berpendapat sebagai jaminan konstitusi, yang puncaknya adalah provokasi penggantian pucuk pimpinan negara dilakukan dengan cara-cara sebagai kritik/pernyataan yang tegas dan jelas jalannya kasar, tidak objektif, tidak sopan, tidak konstruktif, dan tidak zakelijk sifatnya.

Jika KAMI mengeluarkan pernyataan yang tendensius dan tidak objektif, maka hal itu bisa disebut sebagai bentuk penghinaan formil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News