Pakar Hukum Nilai PTTUN Makassar Keliru Besar

Pakar Hukum Nilai PTTUN Makassar Keliru Besar
Guru Besar Ilmu Hukum Unhas Makassar, Aminuddin Ilmar, pengamat politik, Ray Rangkuti dan Ketua IDW Maruli Silaban (kiri ke kanan) saat diskusi “Dukung Pilkada Bersih Kota Makassar” di Jakarta, Selasa (10/4). Foto: Ist

Untuk diketahui tensi politik pada Pemilihan Walikota (Pilwakot) Makassar makin memanas, setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar mengabulkan gugatan pasangan pasangan calon Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu), terhadap KPU Kota Makassar untuk mendiskualifikasi pasangan Moh Ramdhan Pomanto dan Indira Mulyasari Paramastuti (DIAMI) dari Pilwakot Makassar.

Menurut pasangan Appi-Cicu, KPU Kota Makassar telah menyalahgunakan kewenangan mereka dengan meloloskan pasangan DIAMI. Padahal, pasangan yang berstatus petahan ini dinilai bermasalah. Gugatan Appi-Cicu terhadap KPU Kota Makassar sudah diterima oleh PTUN. Namun, masalah itu kembali berlanjut di Mahkamah Agung (MA) atas kasasi yang dilakukan oleh pihak KPU.

Jika upaya kasasi yang dilakukan oleh KPU Makassar ditolak oleh MA, maka secara otomatis hanya pasangan Appi-Cicu yang berstatus calon sah dan tunggal. Dengan demikian maka Appi-Cicu dipastikan bakal melawan kotak kosong.

“Masing-masing orang punya mimpi. Bagi pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi tentunya akan senang hati melawan kotak kosong. Tapi saya kira, masyarakat mimpinya beda. Karena masyarakat di sana (Makassar) mau Pilwakot 2018 menyajikan pertarungan para kandidat bukan kotak kosong,” kata Ketua Indonesia Democrasy Watch (IDW), Maruli Tua Silaban.

Menurut Maruli, kotak kosong bukanlah keinginan masyarakat Makassar. Apalagi, hak memilih pemimpin lewat pemilihan secara langsung itu merupakan kebebasan setiap warga negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. “Jadi saya kira, janganlah berpikir kotak kosong. Bermimpi boleh. (Tapi) janganlah berpikir masyarakat Makassar ini tidak cerdas untuk mempertahankan hak demokrasinya,” jelasnya.

Dikatakan Maruli, PT TUN dianggap keliru dalam menangani kasus sengketa pilkada tersebut. Karena kata dia, yang berwenang untuk mengagalkan pencalonan hanyalah Bawaslu atau Panwaslu.

“Jadi ibaratanya begini, ketika teman-teman membuat pemberitaan yang dianggap menyudutkan atau melanggar terkait pilkada atau pemilu, itu bukan Panwaslu atau Bawaslu yang memutuskan bahwa berita atau media yang bersangkutan melanggar. Tapi harus diputuskan terlebih dahulu ke Dewan Pers. Setelah itu baru Bawaslu bertindak,” ucapnya.

Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan PT TUN semestinya tidak layak memangani gugatan Paslon Appi-Cicu karena materinya bukan sengketa malinkan ranah pelanggaran.

Menurut Ilmar, apabila masalah pelanggaran ini sampai diterima oleh MA atas usulan PTTUN, maka ketidakadilan di Pilwakot Makassar pasti terjadi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News