Pakde Karwo Usul Pendidikan Vokasional dalam Madrasah

Pakde Karwo Usul Pendidikan Vokasional dalam Madrasah
Pakde Karwo saat Penandatanganan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama antara Pemprov Jatim dan Kopertis

jpnn.com, SURABAYA - Muatan lokal pendidikan vokasional sebaiknya dimiliki oleh Madrasah diniyah. Usul tersebut dilontarkan Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Apalagi, menurut Soekarwo pada 2019 mendatang Jatim akan mengalami bonus demografi dimana usia produktif, yakni umur 15-64 tahun, mencapai angka 69,60 persen. Usia produktif itu membutuhkan keterampilan menjadi lulusan atau tenaga kerja terampil.

Hal tersebut disampaikan pria yang akrab disapa Pakde Karwo saat Penandatanganan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama antara Pemprov Jatim dengan Koordinator Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (Kopertais) Wilayah IV Surabaya dan 35 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) di Jatim terkait program peningkatan kualitas guru madin, yang bertempat di Ruang Bhinaloka Adhikara, Kantor Gubernur Jawa Timur, Rabu (8/8).

Pakde menjelaskan, bonus demografi disikapi melalui pendidikan yang dibuat dalam sistem dual track strategy. Termasuk madin diberikan muatan vokasi atau keahlian, seperti teknologi dan rekayasa, kesehatan, tata boga, tata busana, agrobisnis, dan pariwisata.

Menurut pria yang akan pensiun tahun depan itu, pendidikan dual track strategy diterapkan pada jalur non formal (SMK Mini, BLK dan Madin) serta formal seperti SMK yang di-link and match-kan dengan industri dan perguruan tinggi. Tujuannya, untuk menghasilkan lulusan atau SDM yang berdaya saing.

“Konsep ini didasarkan kebutuhan tenaga kerja dari negara-negara industri seperti Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan yang membutuhkan tenaga kerja terampil. Jadi, ini kesempatan  baik untuk mempersiapkan lulusan terampil,” katanya.

Konsep ini, lanjut Pakde, akan dilakukan di Madin Takmiliyah sebanyak 22.563 lembaga, Ma’had Aly sebanyak 10 lembaga, dan pendidikan diniyah Ulya sebanyak sembilan lembaga. Serta, pendidikan diniyah formal Wustha sebanyak sembilan lembaga dan satuan pendidikan Muadalah sebanyak 23 lembaga.

“Nantinya kami juga akan bekerjasama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) agar lulusannya juga bersertifikat,” jelasnya sembari menambahkan konsep ini akan menguntungkan pondok pesantren karena tidak perlu khawatir santrinya akan beralih ke sekolah umum.

“Para lulusan ini harus disiapkan dari sekarang, agar nantinya tidak menjadi tenaga kerja baru tidak terdidik atau unskilled yang bisa menyebabkan pengangguran,” katanya. (JPNN/pda)

Konsep ini didasarkan kebutuhan tenaga kerja dari negara-negara industri seperti Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan yang membutuhkan tenaga kerja terampil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News