Paling Mahal Buku Pram, Yang Istimewa Karya Tan Malaka
Jumat, 14 Desember 2012 – 09:16 WIB
Selain Tan Malaka, tergantung pula buku AD/ART PKI (Partai Komunis Indonesia). Juga, puluhan buku lawas berhaluan kiri lainnya, termasuk buku-buku novel Pramoedya Ananta Toer versi "buku terlarang".
Jika ada yang menanyakan harga buku-buku itu, Gieb bergegas menjawab, "Maaf, nggak dijual, hanya untuk koleksi. Kalau saya jual, mungkin saya sudah kaya."
Gieb menamakan koleksinya sebagai buku buluk: buku-buku kiri yang langka. Buku-buku tua itu tidak hanya bisa dinikmati sebagai buku, namun juga sebagai artefak sejarah. Buku-buku tersebut termasuk langka karena memang tidak banyak yang masih menyimpan. Apalagi, pada era Orde Baru (Orba), buku-buku yang beraliran kiri dilarang beredar atau bahkan dimusnahkan.
"Mulai 1965, buku kiri jarang terbit. Kalau toh ada, dilarang beredar atau harus dimusnahkan rezim Orba," terang pria kelahiran Solo, 7 Maret 1978, tersebut.
Konsistensi Harri Purnomo mendalami literasi "sayap kiri" belum tertandingi di Indonesia. Setidaknya, dia telah mengoleksi serta "menghabiskan"
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor