Pancasila Sakti
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Para dalang yang berusaha menunjukkan bentuk fisik jimat itu biasanya memvisualisasikannya sebagai sebuah lembaran kertas mirip amplop tertutup.
Dalam sebuah pakem versi pewayangan lain Jimat Kalimasada diinterpretasikan sebagai ‘’Jimat Kalimat Syahadat’’.
Lidah Jawa akan kesulitan melafalkan ‘’Kalimat Syahadat’’ dan karena itu kemudian berubah pronunsiasinya menjadi ‘’Kalimasada’’ untuk memudahkan pengucapan lidah Jawa.
Interpretasi ini muncul karena tradisi wayang--yang merupakan impor dari India, nukilan epik Bharatayuda dan Ramayana--menjadi bagian yang sangat inheren dari ajaran Hindu yang mendapatkan banyak pengikut di Jawa.
Ketika Sunan Kalijaga mendakwahkan Islam di Jawa pada abad ke-16 dia memakai wayang dan suluk sebagai sarana dakwah.
Mistisisme Jawa akibat pengaruh Hindu sudah sangat mengakar, dan untuk mengubah tradisi itu tidak bisa dipakai cara-cara yang frontal dan antagonistis.
Maka Sunan Kalijaga kemudian memakai strategi budaya melalui pergelaran wayang sebagai sarana dakwah Islam.
Dari situlah munculnya kisah kehebatan Kalimat Syahadat sebagai senjata pusaka yang tidak terkalahkan.
Sebagai ideologi yang terbuka dan inklusif, Pancasila tidak bisa didaku oleh satu kelompok saja dan kemudian melakukan eksklusi terhadap kelompok lain.
- Dewan Pakar BPIP Djumala: KAA, Legacy Indonesia dalam Norma Politik Internasional
- Wacana Gelar Pahlawan untuk Pak Harto dan Bagaimana Menyikapinya
- Soal Polemik Soeharto Pahlawan, Ketum Muhammadiyah Singgung Bung Karno hingga Buya Hamka
- Muncul Penolakan Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional, Mensos Merespons Begini
- Pernyataan Terbaru Mensos soal Soeharto Pahlawan Nasional
- Soeharto Memenuhi Kriteria Jadi Pahlawan Nasional, tetapi Terganjal Hal Ini