Parpol dan Kepemimpinan Politik

Oleh; Airlangga Pribadi Kusman*

Parpol dan Kepemimpinan Politik
Parpol dan Kepemimpinan Politik

Disiplin partai yang diharapkan lahir harus berpijak pada spirit kesetaraan politik modern, budaya demokrasi, dan pengabdian pada agenda kerakyatan yang menjadi titik temu bersama dari segenap kekuatan sosial yang melahirkan kepemimpinan baru dalam Pilpres 2014.     

Kedua, sebagai rahim yang melahirkan kepemimpinan baru dengan harapan-harapan perubahan yang menggelora, PDIP tidak hanya dituntut merevitalisasi diri sebagai partai modern dengan disiplin politik dalam kultur demokrasi. Sebagai partai politik yang berbasis ideologi nasionalisme kerakyatan, PDIP dituntut menjalankan peran aktif sebagai sumber daya pengetahuan, yang memberikan basis rujukan bagi pemerintah untuk memformulasikan kebijakan yang pro terhadap wong cilik.

Setelah lebih enam belas tahun reformasi bergulir, gerak pengetahuan technocratic proneoliberal telah berjalan jauh dari agenda-agenda politik kerakyatan. Meminjam tesis Antonio Gramsci (1971), partai politik adalah the new prince (pangeran baru) yang bertugas melahirkan pengetahuan bagi pijakan aksi politik baru yang lahir dari dinamika sosial gerak hidup masyarakatnya. 

Dalam logika technocratic propasar, privatisasi berbagai kehidupan sosial seperti pendidikan dan kesehatan telah bergerak jauh di luar kontrol politik demokratik. Akibatnya, semangat liberalisme-individual telah menghancurkan tatanan gotong royong, kesenjangan sosial begitu tinggi dengan indeks rasio Gini sebesar 0,41 persen. Tantangan terberat pemerintahan baru adalah mengembalikan semangat gotong royong dan PDIP sebagai sumber daya pemerintahan baru memiliki tugas untuk membangun jejaring pengetahuan di kalangan aktivis sosial yang secara organik bekerja di basis sosial kerakyatan maupun kalangan intelektual nasionalis yang memiliki komitmen mempertahankan basis kehidupan gotong royong yang terancam gelombang pasang neoliberalisme.

Bagi PDIP ke depan, sekarang adalah momen vivere pericoloso, momen hidup dalam pertaruhan terbesar dalam eksistensi politiknya. Ketika partai ini berhasil menempatkan diri sebagai political resource yang mendorong pemerintah untuk bekerja sejalan dengan kehendak bersama seluruh masyarakat, rakyat akan mengenangnya sebagai subjek politik progresif. Apabila sebaliknya yang terjadi, PDIP akan dihukum sejarah. Rakyat tidak akan memberikan kesempatan ketiga bagi partai tersebut untuk memimpin republik ini, menjadi nakhoda bagi perjalanan hidup bangsa. Dirgahayu PDI Perjuangan. Merdeka! (***)

*) Penulis adalah pengajar di Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga, kandidat PhD Asia Research Center Murdoch University


DALAM setiap perjuangan menuju perubahan politik, tantangan politik terbesar bukanlah pada momen kemenangan dalam pertarungan politik elektoral yang


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News