Patung Soekarno

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Patung Soekarno
Megawati Soekarnoputri. Foto: Ricardo/JPNN.com

Upaya untuk meluruskan sejarah menjadi proyek yang belakangan ini sering terdengar.

Sejak kekuasaan Soeharto jatuh karena gerakan Reformasi 1998 proyek pelurusan sejarah itu mulai sering bergaung.

Sejarah Indonesia dianggap bengkok, atau dibengkokkan, dan karena itu harus diluruskan.

Sejarah diasumsikan sebagai rangkaian peristiwa kronologis yang berjalan linier, lurus, dan searah. Karena itu ketika terjadi anakronisme sejarah dibutuhkan upaya untuk meluruskannya.

Bagaimana kalau ternyata sejarah bukannya rangkaian kronologi peristiwa yang linier, bagaimana kalau ternyata sejarah adalah sebuah spiral, lingkaran yang berliku-liku yang tidak mungkin bisa diluruskan?

Sejarawan muslim Ibnu Khaldun melihat sejarah sebagai sebuah spiral, dan karena itu muncul keyakinan bahwa sejarah akan mengulangi dirinya sendiri, l’histoir repete.

Roda sejarah berputar seperti pedati yang berputar kadang di atas kadang di bawah. Orang Jawa menyebutnya cakra manggilingan, tradisi Yunani menyebutnya panta rei, berputar berulang-ulang.

Hegel melihat sejarah sebagai sebuah proses untuk ‘’menjadi’’, sebuah proses eksistensial menuju sebuah titik puncak. Dalam proses itu muncul tesa yang kemudian melahirkan antitesa dan pada akhirnya terjadilah sintesa baru.

Megawati Soekarnoputri menginstruksikan jajarannya untuk membangun patung Soekarno.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News