Paus–Ayatollah

Oleh: Dahlan Iskan

Paus–Ayatollah
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Saya sampai berkali-kali memutar video berita kunjungan pemimpin tertinggi dunia Katolik ke Najaf itu. Terutama video bagaimana Paus harus turun dari mobil di mulut gang. Lalu harus berjalan menyusuri gang dengan langkah khas orang tua.

Tempat pertemuan itu sendiri memang terlihat sangat sederhana. Ayatollah al-Sistani mengenakan jubah 'kebesaran' seorang imam besar aliran Syiah: serbahitam. Paus mengenakan jubah kepausan: serbaputih.

Kita tidak tahu pembicaraan dua pemimpin agama itu. Semuanya tertutup. Kita hanya tahu dari siaran pers –satu dari Sistani dan satunya dari Paus Francis. Tapi isinya sama: perlunya kekerasan atas nama agama diakhiri.

Dari Sistani ada tambahan yang lebih mencerminkan keadaan di Iraq: orang Kristen Iraq berhak hidup aman dan damai seperti warga Iraq lainnya. "Itu dijamin oleh konstitusi Iraq," ujar siaran pers dari Sistani.

Sikap Sistani itu sudah bisa dibaca jauh-jauh hari. Sikap itulah yang membuat kunjungan Paus ke rumahnya menjadi mungkin.

Berbulan-bulan staf kedua belah pihak membahas kunjungan itu. Ada saja hambatannya. Bukan soal perbedaan iman tapi soal keamanan.

Iraq masih belum aman. Maka pengamanan di sepanjang gang itu menjadi faktor yang paling sulit.

Terakhir ada faktor tambahan: Covid-19.

Ayatollah mengenakan jubah kebesaran imam besar Syiah: serbahitam. Paus mengenakan jubah kepausan: serbaputih.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News