PBNU: Sebut Suara Azan Terlalu Keras Bukan Penistaan Agama

PBNU: Sebut Suara Azan Terlalu Keras Bukan Penistaan Agama
Robikin Emhas. Foto: jawapos

jpnn.com, JAKARTA - Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas mengatakan bahwa suara azan terlalu keras bukan sebuah bentuk penistaan agama.

“Saya berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk memberangus hak menyatakan pendapat,” kata Robikin dalam sebuah pernyataan resminya yang diterima JPNN di Jakarta, Selasa (21/8).

Dalam pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".

Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".

Seperti dimaklumi, lahirnya pasal penodaan agama antara lain untuk menjaga harmoni sosial yang disebabkan karena perbedaan golongan atau perbedaan agama/keyakinan yang dianut.

“Saya tidak melihat ungkapan “suara azan terlalu keras” sebagai ekspresi kebencian atau sikap permusuhan terhadap golongan atau agama tertentu,” ujarnya.

Sebagai muslim, kata Robikin Emhas, pendapat seperti itu sewajarnya ditempatkan sebagai kritik konstruktif dalam kehidupan masyarakat yang plural.(jpg/jpnn)


Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas mengatakan bahwa suara adzan terlalu keras bukan sebuah bentuk penistaan agama.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News