PDIP dan Jokowi Sebagai Juru Bicara Wong Cilik

PDIP dan Jokowi Sebagai Juru Bicara Wong Cilik
Bendera PDIP. Foto: dokumen JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Sastrawan dan tokoh milenial Heru Joni Putra menilai pada diri Jokowi muncul kembali ingatan tentang sosok Soekarno sebagai juru bicara wong cilik.

“Sebelum Jokowi Widodo terpilih menjadi Presiden RI ke-7 tahun 2014 lalu tentu banyak kader PDIP sebagai juru bicara wong cilik. Tapi lewat sosok Joko Widodo, ingatan tentang Soekarno yang pernah kuat sebelum Orde Baru, kembali muncul dan kali ini tak tanggung-tanggung lewat simbol negara. Ini menjadi suatu energi untuk membangkitkan representasi Soekarno oleh berbagai kepala daerah tingkat I ataupun II,” ujar Heru dalam siaran persnya, Senin (5/11).

Menurut Heru, Joko Widodo tentu bukan Soekarno dan Soekarno bukan Joko Widodo. Tapi, budaya politik yang dijalan oleh Joko Widodo semenjak dua periode menjabat Wali Kota Solo sampai hampir selesai satu periode menjadi Presiden RI, menjadi pemicu bangkitnya ingatan kolektif tentang Soekarno.

Heru mengungkapkan citra Soekarno pada PDIP kemudian tak bisa lagi direduksi sebatas artikulasi Soekarnoisme lewat program utama PDIP seperti program untuk nelayan, petani, buruh, dan lain sebagainya atau mungkin sosok Megawati Soekarno Putri belaka.

“Pada Joko Widodo, memori tentang Soekarno tak hanya muncul dari sebatas faktor latar belakang partainya itu. Melainkan tak kalah kuat dalam bentuk aksi blusukan, seperangkat pakaian yang sederhana untuk ukuran seorang presiden, bahasa tubuh yang sangat dekat dengan rakyat kelas bawah dan jauh dari kesan sangar militer ala Soeharto,” ungkap Heru.

Selain itu, menurut Heru, pilihan untuk berkubang bersama rakyat dalam berbagai pertemuan, memilih menghadirkan makanan khas Indonesia di dalam hidangan-hidangan resmi negara, membolehkan pedagang tepi jalan berjualan di halaman Istana Merdeka, dan membiarkan para petani yang masih lusuh pulang bekerja masuk ke dalam Istana tanpa mengikuti tata-aturan pakaian resmi.

Di hadapan anak-anak SD, Soekarno dan Joko Widodo sama-sama berlaku sebagai ayah yang menyenangkan.

Lewat jalan budaya politik seperti itu, menurut Heru, Joko Widodo tampak berbanding terbalik dengan citra pejabat ala Orde Baru yang ramah di hadapan masyarakat tetapi sebenarnya terdapat jarak yang lebar. Tentu, masih banyak contoh lelaku politik Jokowi yang bisa ditambahkan. Paling tidak, apa dijalankan Jokowi tersebut menjadi ikat-simpul bagi ingatan kolektif masyarakat tentang Soekarno yang sempat putus selama tiga dekade Orde Baru.

Perjuangan melawan ingatan negatif yang ditanamkan Orde Baru terhadap Soekarno, bukanlah perjuangan mengimitasi Soekarno.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News