Pejuang Yang Tak Diperjuangkan

Pejuang Yang Tak Diperjuangkan
Pejuang Yang Tak Diperjuangkan
Pahransyah kala itu bernaung di bawah Barisan Pemberontak Republik Indonesia. Ia dan pemuda lainnya, bermarkas di Kelurahan Gunung Lingai. Berpapasan dengan Belanda saja, Pahransyah harus berlari mengamankan diri ke hutan. Makan pun seadanya. “Keadaannya memang berbeda dengan Jogjakarta yang waktu itu ibu kota negara,” ucap pria kelahiran 3 Januari 1927.

Samarinda, kata dia, memulai perlawanan pada penjajah sejak kedatangan sosok pemuda asal Manado, Sulawesi Utara bersama beberapa rekannya yang memiliki persenjataan lengkap. Sejak itu, pertempuran dengan Belanda mencuat. Ini ditandai dengan berdirinya empat tugu yang menandakan peristiwa perjuangan pemuda Kota Tepian meruntuhkan dominasi Belanda. Empat tugu ini berdiri di daerah Teluk Lerong, Damanhuri, Jalan Suryanata, dan jalan poros menuju Anggana.

“Jadi, Samarinda bukan tak pernah bertempur. Pernah ada sampai delapan orang meninggal,” ujarnya.

Kabarnya, pejuang-pejuang ini turut bertempur dalam peristiwa Merah Putih di Sanga-Sanga pada 1947. Bersama laskarnya, Pahransyah yang asli kelahiran Samarinda beberapa kali mendapat pelatihan senjata. Dari situ, oleh satuannya, ia dikirim ke Jogjakarta. Ibu kota negara kala itu tengah genting, lantaran Belanda kembali melakukan agresi militer atau yang dikenal dengan sebutan Operasi Gagak. Ke sana, ia harus melewati jalan liku menuju Banjarmasin, kemudian Jakarta, sebelum tiba di Jogjakarta. Itupun, ia harus menyamar lantaran menumpangi kapal milik Belanda.

Kejadian mengharukan berlangsung setibanya Pahransyah di Pelabuhan Tanjung Priok. Di sana berdiri gagah tiang dengan bendera merah putih di atasnya berkibar menjulang langit. Tetes air mata mulai membasahi pipinya melihat pemandangan itu. Wajar, pada masa itu bendera Indonesia kerap tersingkir bendera penjajah. Apalagi di Samarinda. “Tapi di sana sehari Belanda, sehari Indonesia. Saya juga bingung bagaimana politik di sana waktu itu,” kenangnya.

PADA zaman penjajahan, aktivitas di Samarinda hanya berpusat di sekitar Sungai Mahakam. Jauh dari sana, daratan Kota Tepian didominasi hutan belantara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News