Pembantaian Rohingya Memilukan, Aung San Suu Kyi Membuat Situasi Makin Panas

Pembantaian Rohingya Memilukan, Aung San Suu Kyi Membuat Situasi Makin Panas
Wanita Rohingya mengungsi dari daerah konflik di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Foto: AFP

jpnn.com, COX’S BAZAR - COX’S BAZAR – Sekitar 22 penerima Nobel Perdamaian di dunia membuat surat terbuka ditujukan kepada Aung San Suu Kyi, pada akhir 2016.

Mereka meminta agar penasihat negara Myanmar sekaligus penerima Nobel Perdamaian itu membuka mata dan mengakhiri derita etnis Rohingya. Namun, rupanya seruan itu dianggap angin lalu.

Represi kembali terjadi. Bahkan, versi pemerintah, jumlah korban tewas nyaris menyentuh angka 400 orang. Plus, 38 ribu orang lainnya melarikan diri.

Tentu saja, jumlah tersebut hanyalah hitungan di atas kertas. Praktisi HAM yakin kenyataannya jauh di atas itu.

Mereka menuding pemerintah Myanmar tengah melakukan genosida alias pembunuhan masal terhadap etnis tertentu.

Rohingya memang tidak pernah diterima di Myanmar. Mereka berkali-kali menjadi sasaran represi militer.

Bahkan, UU Kewarganegaraan Myanmar yang disahkan pada 1982 dengan jelas tidak mengakui Rohingya.

’’Militer menyuruh kami masuk rumah. Jika kami menurut, mereka akan membakar rumah kami, menembaki kami, atau membunuh kami. Orang muslim tidak memiliki hak apa pun,’’ ujar Nobin Shauna, salah satu etnis Rohingya yang lari ke Bangladesh.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News