Pembentukan Holding BUMN Tambang Disebut Tabrak Sejumlah UU

Pembentukan Holding BUMN Tambang Disebut Tabrak Sejumlah UU
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menjadi pembicara pada diskusi 'Musim Obral Aset Negara' di Bilangan Kramat Pela, Jakarta, Rabu (22/11). Foto: Ken Girsang/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai, gagasan pembentukan holding BUMN di sektor pertambangan sangat baik. Apalagi menggabungkan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dari segi keuangan cukup sehat. Karena dengan demikian value dari holding tersebut dapat meningkat. Namun di luar dari hal tersebut, ada potensi aspek legal yang dilanggar.

"Bicara aturan, itu PP Nomor 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (yang digunakan sebagai dasar penggabungan modal holding BUMN,red), melanggar sejumlah undang-undang," ujar Marwan pada diskusi 'Musim Obral Aset Negara' yang digelar Satuan Relawan Indonesia Raya (Satria) di Bilangan Kramat Pela, Jakarta Selatan, Rabu (22/11).

Menurut Marwan, sejumlah aturan yang kemungkinan dilanggar antara lain UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan kemungkinan telah terjadi pelanggaran terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.

"Mekanisme yang daitur pada PP 72/2016 ini saya kira menihilkan DPR. Jadi tak ada peran DPR di situ. Akibatnya, mekanisme APBN tidak jalan. Jadi, sekian banyak undang-undang yang posisinya lebih tinggi dari PP itu dilanggar. Dengan demikian otomatis itu (holding BUMN,red) tak bisa dijalankan," ucapnya.

Marwan menilai, dengan tidak adanya pengawasan DPR maka kemungkinan bakal terjadi penjualan aset negara sangat terbuka. Termasuk penjualan anak-anak perusahaan BUMN yang ada.

"Saya kira, langkah mentransfer aset negara yang ada di perusahaan go publik ke Inalum saja sudah bermasalah. Karena ini kan aset negara, maka mekanisme transfernya harus lewat APBN.

Sebelumnya Kementerian BUMN menegaskan, pemerintah tetap memegang kendali terhadap tiga perusahaan tambang pelat merah, meski tak lagi berstatus persero dan menjadi anak usaha dari induk holdingnya, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Ke tiga perusahaan tersebut masing-masing PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk.

Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, kontrol pemerintah tetap ada dan tertuang jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 terkait Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas.(gir/jpnn)


Menurut Marwan, sejumlah aturan yang kemungkinan dilanggar antara lain UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 19/2003 tentang BUMN


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News