Pemegang PBPH Harus Memahami Regulasi Nilai Ekonomi Karbon

Pemegang PBPH Harus Memahami Regulasi Nilai Ekonomi Karbon
Suasana para pembicara dan peserta saat Media Briefing di Jakarta, Kamis (9/11/2023) dalam rangka kehutanan menjadi sektor yang sangat potensial dalam perdagangan karbon. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Kehutanan menjadi sektor yang sangat diharapkan dan potensial dalam perdagangan karbon.

Sektor kehutanan juga menyumbang porsi terbesar di dalam target penurunan emisi gas rumah kaca dengan kontribusi sekitar 60 persen dalam pemenuhan target netral karbon atau net-zero emission.

Oleh karena itu, melalui Indonesia's FOLU Net Sink 2030, Pemerintah menargetkan tingkat serapan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030 akan seimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengungkapkan untuk mencapai target Net Sink sektor FOLU pada 2030, membutuhkan pendanaan yang diperkirakan mencapai 14 miliar dollar AS.

Dari angka tersebut, 55 persen di antaranya diharapkan datang dari investasi sektor swasta.

“Saya kira arahnya ke sana, ya. Jadi, untuk mencapai FOLU Net Sink 2030, kita harus melaksanakan aksi mitigasi maupun investasi, baik pemerintah maupun private sector, untuk itulah dibuat regulasi yang harus diikuti," kata Indroyono saat Media Briefing di Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Indroyono mengatakan saat ini ada sekitar 600 unit perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), yang sebagian mulai masuk ke jasa lingkungan terkait karbon.

Tentu ada langkah-langkah yang harus ditempuh oleh para pemegang PBPH untuk masuk ke jasa lingkungan karbon ini, dengan mengikuti regulasinya, menyusun DRAM dan proses ke SRN sehingga terbit SPE GRK.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengatakan kehutanan menjadi sektor yang sangatpotensial dalam perdagangan karbon.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News