Pemerintah Didesak Susun Kebijakan Berbasis Riset soal Tembakau Alternatif

Pemerintah Didesak Susun Kebijakan Berbasis Riset soal Tembakau Alternatif
Ilustrasi orang sedang menggunakan rokok elektrik atau vape. Foto: Natalia Laurens/JPNN

Pada 2021, Public Health England kembali merilis laporan yang menjelaskan bahwa angka berhenti merokok terbesar, justru diperoleh dengan penggunaan vape dengan tingkat keberhasilan mencapai 49–78 persen, dibandingkan metode lainnya.

Di dalam negeri, Pusat Unggulan Iptek Inovasi Pelayanan Kefarmasian (PUIIPK) Universitas Padjadjaran telah melakukan tinjauan literatur dengan menganalisis sebanyak 1.955 referensi dan 44 studi untuk memperoleh kesimpulan.

Studi melihat bahwa pendekatan harm reduction atau pengurangan dampak buruk dapat diterapkan untuk mengatasi angka prevalensi perokok dewasa di Indonesia yang mencapai 33,8 persen, seperti pada data Riset Kesehatan Dasar 2018.

"Produk-produk tembakau alternatif pada dasarnya tetap memiliki risiko. Hanya saja, risiko efek kesehatan yang merugikan dalam produk tembakau alternatif lebih kecil,' ujar Ketua Peneliti PUIIPK Universitas Padjadjaran, Auliya Suwantika, Selasa (30/8).

Dengan adanya penelitian di dalam dan luar negeri, serta urgensi penurunan prevalensi perokok di Indonesia, sudah saatnya pemerintah mengedepankan kebijakan yang berbasis ilmiah untuk produk tembakau alternatif.

Sayangnya, hal tersebut belum tercermin dalam naskah akademik maupun draf revisi PP 109/2012.

Alih-alih melihat produk tembakau alternatif secara menyeluruh, naskah akademik masih memaparkan data-data yang parsial tentang rokok elektronik.

“Pemerintah dinilai perlu menyusun kebijakan yang lebih komprehensif tentang produk tembakau,” lanjut Auliya.

Produk tembakau alternatif pada dasarnya tetap memiliki risiko. Hanya saja, risiko efek kesehatan yang merugikan lebih kecil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News