Pemerintah Diminta Tidak Umumkan Kematian Pasien Corona

Pemerintah Diminta Tidak Umumkan Kematian Pasien Corona
Petugas penyemprot cairan disinfetan melakukan sterilisasi virus Corona. Foto: ANTARA/IRWANSYAH PUTRA

IFR adalah jumlah kematian akibat suatu penyakit dibagi dengan jumlah total kasus. Untuk menghitungnya, kata dia, dibutuhkan dua metrik, yakni jumlah total kasus dan jumlah total kematian. Namun, untuk COVID-19, jumlah kasus sebenarnya tidak diketahui karena tidak semua orang dites COVID-19.

"Namun, adalah salah jika ada yang menyimpulkan bahwa CFR adalah sama atau bahkan mirip dengan IFR," katanya.

Direktur Poly Network tersebut kembali menegaskan bahwa angka CFR tidak mencerminkan probabilitas kematian, karena pada waktu yang sama, nilai CFR memberi dua kemungkinan yang saling bertolak belakang.

Dapat dipahami bahwa kemungkinan kematian lebih rendah dibandingkan CFR, karena tidak semua orang dites COVID-19. Juga dapat dipahami bahwa kemungkinan kematian lebih tinggi dibandingkan CFR, karena beberapa orang yang sedang sakit pada akhirnya akan meninggal karena penyakit tersebut.

Membandingkan angka CFR akan tepat jika dipahami sebagai perbedaan dalam skala upaya pengujian (COVID-19 Test).

Setelah epidemi atau wabah selesai, kata Johan, statistik agregat kasus dan kematian untuk menghitung tingkat fatalitas kasus dapat diandalkan. Namun, selama wabah berlangsung perlu berhati-hati menafsirkan CFR karena hasil (pemulihan atau kematian) dari sejumlah besar kasus juga masih belum diketahui.

"Ini adalah sumber umum untuk misinterpretasi peningkatan CFR pada tahap awal wabah (outbreak)," ujarnya.

CFR dan date rate menurutnya memang tidak salah, namun berpotensi menyesatkan dan mudah dipolitisasi.

Poly Network mengusulkan agar pemerintah tidak mengumumkan kasus kematian akibat wabah virus Corona.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News